Jadi Pembina Upacara, Sri Mulyani Bicara Sejarah Hari Pajak
Reporter
Caesar Akbar
Editor
Ali Akhmad Noor Hidayat
Sabtu, 14 Juli 2018 10:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sri Mulyani Indrawati menjadi pembina upacara hari pajak Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan hari ini Sabtu, 14 Juli 2018.
"Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kita bisa menyelenggarakan upacara pertama kali Hari Pajak," ujar Sri Mulyani di Lapangan Upacara Kantor Ditjen Pajak, Jakarta.
Mengenakan pakaian dinas upacara berwarna putih, Sri Mulyani berdiri di hadapan ratusan pegawai Ditjen Pajak yang mengenakan pakai atasan putih dan celana panjang hitam. Selain Sri Mulyani, hadir Menteri Koordinator Bidang perekonomian yang juga bekas Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, dan sejumlah pejabat eselon I dan eselon II Kementerian Keuangan.
Baca juga: Sri Mulyani Lapor Pendapatan Negara Naik 16 Persen ke Jokowi
Dalam amanatnya, Sri Mulyani mengingatkan kembali sejarah lahirnya pajak sebagai sarana mencapai cita-cita Bangsa Indonesia, sesuai Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945. "Pajak adalah sumber penerimaan negara paling utama," kata Sri Mulyani.
Oleh karena itu, kata bekas Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, para pendiri bangsa sepakat mengatur instrumen pajak dalam UUD 1945. Ihwal pajak muncul pertama kali pada 14 Juli 1945 saat UUD 1945 dirumuskan.
Simak : Sri Mulyani Minta Instansi Cek Ulang Anggaran Sebelum Mengeluh
"Sehingga, 14 Juli diperingati sebagai Hari Pajak, sebagai tonggak untuk memelihara, menjaga, dan melaksanakan tugas konstitusional," tutur Sri Mulyani.
Sri Mulyani menegaskan pentingnya pajak bagi Indonesia. Ia menyebut pajak berkontribusi sedikitnya untuk 83 persen pendapatan negara. Kalau negara diibaratkan sebagai tubuh manusia, kata dia, pajak adalah tulang punggung yang menopang tubuh dan tempat terletaknya syaraf-syaraf.
Kalau tidak dirawat dengan baik, kata Sri Mulyani, tulang belakang akan kaku sendi-sendinya, bongkok, bahkan menyebabkan kelumpuhan. "Bisa dibayangkan apa yang terjadi kalau tidak dirawat, bagaimana program pemerintah untuk mengurangi kemiskinan dan menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera?"