TEMPO.CO, Surabaya - Pakar ekonomi dan pasar uang, Farial Anwar, mengatakan telah ada indikasi Indonesia akan memasuki masa gelap krisis ekonomi seperti 1998. Pemicunya karena pemerintah dianggap tidak konsisten terhadap sejumlah kebijakan yang telah dibuat sehingga mengakibatkan terjadinya inflasi dan melambannya pertumbuhan ekonomi pada Triwulan I 2015.
“Kita ini menganut rezim devisa bebas,” kata dia di Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya, Selasa, 26 Mei 2015. Menurut Farial situasi seperti ini menjadikan Indonesia terombang-ambing saat nilai dolar naik-turun. “Kita bukan antiasing, tapi kita terlampau liberal.”
Farial menyebut ada kekuatan besar pemodal asing yang mulai mencengkeram kedaulatan ekonomi Indonesia. Dia tidak mengatakan pemodal asing yang dimaksud, tapi Farial memetakan bahwa saat ini permodalan asing sudah masuk di sektor moneter. “Kita bayar bunga perkreditan hanya untuk orang asing,” ucap dia.
Akibat dari itu semua Farial memprediksi ekonomi Tanah Air akan jatuh seperti pada 2008. Dampaknya akan banyak perbankan yang terpuruk dan masih banyak lagi kasus-kasus seperti skandal Bank Century. "Dilihat dari semua potensinya mengarah ke sana," ujarnya.
Apalagi devisa hasil ekspor selama ini tidak bisa dinikmati rakyat karena semua dana investasi dikuasai asing. Hal itu ditambah dengan persoalan dalam negeri yang tak pernah selesai. Di antaranya soal naik-turunnya harga bahan bakar minyak dan inflasi tertinggi se-Asia yang menyebabkan BI Rate masih bertahan pada 7,5 persen. “Kita belum ke tahapan krisis 1998, tapi indikasinya ada,” tuturnya.
Indikasi awal krisis moneter, kata dia, ditandai larinya para pemodal asing dari Indonesia. Namun larinya pemodal belum terjadi saat ini meskipun beban rakyat sudah sangat berat imbas naik-turunnya harga bahan bakar dan bahan terus merangkaknya harga kebutuhan pokok.
Farial menyarankan pemerintah memberlakukan periodisasi yang jelas terhadap pergerakan naik-turunnya bahan bakar agar pelaku usaha bisa mengantisipasi. "Karena yang terjadi di lapangan banyak harga bahan pokok yang tak turun meski BBM telah turun. Saya memberi sinyal," katanya.
Di tempat yang sama Chief Executive Officer Kelola Mina Laut Group Moh. Nadjikh melihat selama ini industri makro dan mikro berjuang sendiri. Peran pemerintah untuk menjembatani pengusaha agar bisa survive, menurut dia, masih terbatas. Pemerintah dinilai hanya mendorong masyarakat supaya terus belanja konsumtif.
“Kenapa UKM (usaha kecil menengah) kita tidak bisa berkembang? Karena misalnya ada order satu bulan dua kontainer tidak bisa, karena kita tidak memiliki modal sebanyak itu,” kata Nadjikh.
AVIT HIDAYAT