TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan momen Idul Adha kali ini sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Perbedaan itu, kata Darmin, berada pada kondisi situasi ekonomi baik di domestik dan dunia yang tengah bergejolak.
Baca: Rupiah Tembus Rp 14.500, Ini Tanggapan Menko Darmin
"Barangkali ya tahun lalu dengan tahun ini sebenarnya tidak banyak berbeda. Tapi memang situasi ekonominya agak berbeda, artinya tahun ini lebih ada gonjang ganjing ekonomi di dunia," kata Darmin ditemui usai mengikuti salat Idul Adha di Masjid Al-Hakim, Graha Sucofindo, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu, 22 Agustus 2018.
Ekonomi dunia tahun ini memang tengah bergejolak usai Amerika dan Cina terlibat perang dagang. Paling baru, adalah nilai tukar lira Turki yang anjlok usai dikenai sanksi dengan menaikkan tarif impor baja dan aluminium dari Turki masing-masing 50 persen dan 20 persen oleh Amerika. Kondisi tersebut yang kemudian mempengaruhi psikologi pasar domestik sehingga berakibat pada gejolak nilai tukar rupiah.
Darmin mengatakan sebetulnya fundamental ekonomi Indonesia masih berada pada kondisi yang baik. Hanya saja, ekonomi global yang tengah bergejolak dan sulit diprediksi tersebut menjadi tantangan bagi ekonomi Indonesia.
Menurut Darmin sejak setelah era perang dunia berakhir, dunia telah memiliki tatanan dan sopan santun dalam menjalin hubungan khususnya di bidang ekonomi. Namun, belakangan kondisi tersebut telah berubah.
"Masak persoalan satu negara bisa hanya dengan twitter menyerang negara lain, atau melakukan sesuatu menyudutkan negara lain. Artinya ini gejala yang bukan hanya baru tapi rasanya tidak bagus kalau ini diteruskan," kata Darmin.
Darmin menuturkan, karena kondisi demikian, pemerintah kini telah mengambil langkah-langkah yang penting guna meredam gejolak. Salah satunya untuk meredam gejolak transaksi berjalan yang kini terus melebar.
Baca: Menteri Darmin Yakin Inflasi Juni Tetap Rendah, Ini Sebabnya
Adapun untuk meredam itu, menurut Darmin, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan mengenai penggunaan bauran minyak sawit dalam solar (b20), mengelola industri petrokimia lewat restrukturisasi PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dan juga lewat mengerem komponen impor.