TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga swadaya masyarakat antikorupsi, Indonesia Corruption Watch, menemukan indikasi pemahalan harga bahan bakar minyak bersubsidi dan elpiji tabung 12 kilogram yang ditetapkan pemerintah.
Dengan indikator harga minyak, gas, dan kurs yang baru, ICW memperkirakan harga keekonomian BBM Premium sebesar Rp 7.013,67 per liter atau lebih mahal Rp 586,33 per liter dari harga yang ditetapkan pemerintah Rp 7.600 per liter.
Sedangkan harga keekonomian solar Rp 6.607,53 per liter, yang artinya subsidi pemerintah bukan Rp 1.000 per liter tapi Rp 303,18 per liter. Adapun harga elpiji 12 kilogram sebesar Rp 1,717 per kilogram atau Rp 20.600 per tabung.
“Entah ketidakhati-hatian atau kesengajaan, tapi disparitasnya tinggi,” kata Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch Firdaus Ilyas, Selasa, 6 Januari 2015.
ICW memperkirakan total potensi pemahalan harga Premium per Januari Rp 1,44 triliun, solar Rp 909,9 miliar, dan elpiji 12 kilogram Rp 128,8 miliar, atau total Rp 2,479 triliun. “Indikasi pemahalan sebesar Rp 2,479 triliun hanya untuk bulan Januari,” katanya.
ICW mendasari perhitungannya dengan mengkritisi indikator penetapan harga BBM yang digunakan pemerintah untuk Januari 2015. Pemerintah menggunakan harga minyak US$ 60 per barel dan kurs Rp 12.380 per dolar AS. Padahal, mengacu pada MOPS (Mean Oil Plats Singapore) hingga Desember 2014, harga Premium US$ 70,04 per barel, solar US$ 76,78 per barel, dan minyak tanah US$ 75,19 per barel.
Adapun harga elpiji 12 kilogram, ICW mengkritisi Pertamina yang menggunakan patokan harga kontrak Aramco bulan Desember 2014 untuk harga elpiji bulan Januari. “Seharusnya, harga elpiji dihitung berdasarkan harga realisasi CP Aramco untuk tahun berjalan,” kata Firdaus.
Artinya, harga elpiji 12 kilogram per Januari harus mengacu pada kontrak harga Aramco Januari. Ketentuan ini ada dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218 Tahun 2011. Harga elpiji pada Januari 2015 berada pada level US$ 447,5 per metric ton.
MARTHA THERTINA