TEMPO Interaktif, Jakarta - Jepang akan diprioritaskan dalam kerja sama pengembangan industri hilir aluminium, setelah pemerintah mengambil alih kepemilikan atas PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).
"Kalau nanti pemerintah membutuhkan mitra maka Jepang akan jadi prioritas," kata Menteri Perindustrian MS Hidayat di Jakarta, Senin (14/2).
Kerja sama pengelolaan Inalum antara Indonesia dengan Jepang akan berakhir 2013. Pemerintah tidak mau kerja sama dilanjutkan setelah masa kontrak 30 tahun tersebut berakhir.
Menteri Hidayat mengatakan pemerintah ingin agar Inalum dikelola sendiri, tanpa Jepang. Inalum diharapkan bisa mendorong pengembangan industri hilir aluminium setelah perubahan kepemilikan. Meski demikian, kesempatan kerja sama dengan Jepang untuk pengembangan industri turunan aluminium tetap terbuka.
Tim negosiasi Inalum dijadwalkan memulai perundingan Jumat pekan ini di Jakarta. Pada perundingan pertama masing-masing pihak akan menyampaikan sikap dan pertimbangan-pertimbangan untuk mempertahankan kepemilikan di Inalum, juga hak dan kewajiban yang harus diselesaikan sebelum masa kontrak berakhir.
Salah satu ambisi pemerintah pada Inalum adalah menjadikan Sumatera Utara sebagai tandan industri aluminium. Pengelola baru Inalum ditargetkan mampu meningkatkan kapasitas produksi antara 230-240 ton aluminium per tahun. Ini akan menjadikan Inalum produsen aluminium utama untuk industri nasional.
Indonesia menguasai 41,12 persen saham Inalum. Sisanya dimiliki oleh konsorsium 12 investor Jepang. Saat ini kapasitas terpasang Inalum mencapai 225 ribu ton aluminium batangan per tahun. Sekitar 40 persen produksi diserap oleh pasar di dalam negeri, sisanya diekspor ke Jepang.
KARTIKA CANDRA