Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro di halaman Istana Merdeka, Jakarta, 26 Oktober 2014. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO,Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah disebabkan oleh penguatan dolar secara global. Hal ini terjadi akibat penurunan harga minyak dunia. "Selain itu, investor mengantisipasi kenaikan suku bunga Fed Rate tahun depan," katanya di kantornya, Jumat, 12 Desember 2014.
Penurunan harga minyak mentah dunia mendesak investor dunia mengalihkan sahamnya ke sektor yang lebih aman. Menurut Bambang, satu-satunya pilihan yang aman adalah dolar Amerika. (Baca: Akhir Pekan, Pelemahan Rupiah Terparah Se-Asia)
Bambang belum mengetahui kapan rupiah akan segera pulih. Namun, kata dia, pemerintah tidak membiarkan rupiah terus merosot. "Pemerintah tengah mengendalikan defisit neraca pembayaran," ujarnya.
Selain itu, kata Bambang, penurunan nilai tukar rupiah belum mengarah pada kekhawatiran akan banyak investor yang hengkang. Bambang mengatakan prospek ekonomi Indonesia tahun depan cukup bagus. "Orang tidak semata-mata hanya melihat rupiah hari ini."
Kombinasi sentimen negatif di dalam dan luar negeri menjadikan rupiah sebagai mata uang yang mengalami pelemahan kurs paling parah se-Asia. Di pasar uang, Jumat, 12 Desember 2014, rupiah anjlok 117 poin (0,95 persen) ke level 12.467 per dolar Amerika. (Baca juga: Bank Indonesia: Inflasi Akhir Tahun Melonjak)
Dibanding mata uang Asia lain, rupiah melesak paling dalam. Won Korea melemah 0,21 persen, yuan melemah 0,01 persen, dan ringgit turun 0,18 persen. Analis PT Monex Investindo Futures, Zulfirman Basir, mengatakan penguatan dolar di pasar global dan lonjakan permintaan korporasi dalam negeri memicu pelemahan rupiah. "Rupiah kini mendekati level terendah dalam enam tahun terakhir."
Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi
5 hari lalu
Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.