TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Heru Pambudi menjelaskan, penerimaan bea keluar masih aman sesuai target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 meskipun terganggu aktivitas ekspor mineral dari PT Freeport Indonesia.
Baca: Bos Freeport Beri Waktu Pemerintah Jokowi 120 Hari
Ditemui seusai acara simposium di Kantor Pusat Ditjen Bea dan Cukai, Jakarta, Selasa, 21 Februari 2017, Heru mengatakan pemerintah telah mengasumsikan tidak ada kegiatan ekspor mineral dan batu bara dalam penerimaan bea keluar di 2017. "Asumsi dari bea keluar yang kami tetapkan tahun lalu untuk target 2017 tanpa ada ekspor minerba. Ekstremnya tidak ada ekspor, maka tidak masalah," kata Heru.
Baca Ini:
Mengancam ke Arbitrase, Hikmahanto: Freeport Arogan
Heru mengatakan target penerimaan bea keluar dalam APBN 2017 sebesar Rp 340 miliar.
PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara (sekarang PT Amman Mineral Nusa Tenggara) adalah kontributor terbesar penerimaan bea keluar konsentrat tembaga.
Dalam dua tahun terakhir, PT Freeport Indonesia menyumbang Rp 1,39 triliun di 2015 dan Rp 1,23 triliun (2016), sedangkan PT Newmont Nusa Tenggara sebesar Rp 1,309 triliun (2015) dan Rp 1,25 triliun (2016).
Baca: Bos Freeport 1960-2017: Ali Budiarjo Terlama, Chappy Tercepat
Lembaganya, kata Heru, akan terus memonitor perkembangan permasalahan yang terjadi di PT Freeport Indonesia. Heru menegaskan Bea dan Cukai hanya akan melayani pelaku usaha yang mempunyai surat persetujuan ekspor (SPE). "Selama ada SPE akan kami layani. Sampai dengan sekarang, untuk Freeport kami belum menerima SPE," kata Heru.
Baca: Freeport Bakal Gugat ke Arbitrase, Menteri Luhut: Bagus Dong...
Sebelumnya, PT Freeport Indonesia telah menghentikan produksi sejak 10 Februari 2017. Keputusan itu bermula saat pemerintah Indonesia menginginkan kendali yang lebih kuat atas kekayaan sumber daya mineral di Papua yang ditambang PT Freeport.
Pemerintah Presiden Joko Widodo telah menyodorkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai pengganti kontrak karya (KK). Namun, Freeport keberatan dengan skema tersebut karena pemegang IUPK diwajibkan untuk melakukan divestasi hingga 51 persen, yang berarti kendali perusahaan bukan lagi di tangan mereka. Bahkan, Freeport juga berencana untuk menggugat pemerintah ke Arbitrase Internasional.
ANTARA