TEMPO.CO, Jakarta - Maskapai dengan pelayanan penuh, Garuda Indonesia, mulai melayani rute penerbangan Jakarta-Yogyakarta sebanyak sembilan penerbangan per hari, dari sebelumnya sepuluh penerbangan per hari.
Pengurangan frekuensi terbang Garuda pada rute Jakarta-Yogyakarta itu merupakan imbas dari insiden pesawat tergelincir yang terjadi di Bandara Adisucipto, Yogyakarta, pada 1 Februari 2017.
Vice President Corporate Communications PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) Benny S. Butarbutar mengatakan Garuda Indonesia tengah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait guna menemukan penyebab dari insiden tersebut.
“Sesuai standar prosedur keselamatan dan keamanan penerbangan, Garuda Indonesia secara otomatis melakukan upaya-upaya corrective actions, dengan melakukan investigasi internal,” katanya di Jakarta, Selasa, 7 Februari.
Selain itu, lanjut Benny, manajemen tidak mengeluarkan izin terbang kepada para awak kokpit pesawat yang terlibat insiden (preventive grounding). Hal ini bertujuan untuk kepetingan investigasi.
Dia menambahkan, manajemen juga mengeluarkan arahan khusus kepada seluruh pilot Garuda untuk terus meningkatkan kewaspadaan, khususnya yang terkait dengan keamanan dan keselamatan penerbangan.
Di sisi lain, Garuda belum menerima secara resmi surat pengenaan sanksi kepada maskapai. Bahkan, maskapai BUMN itu juga belum mendapatkan pemberitahuan resmi mengenai penyebab insiden dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
“Manajemen Garuda Indonesia akan bekerja sama dengan pihak regulator dan menerima sanksi tersebut, begitu mendapatkan surat resmi dari Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan RI,” tutur Benny.
Dia menambahkan, Garuda memahami maksud dan tujuan pengenaan sanksi sebagai bagian dari upaya menciptakan iklim industri penerbangan yang sehat, aman, dan kondusif bagi pertumbuhan transportasi udara ke depannya.
Oleh karena itu, sambung dia, Garuda siap mendukung penuh kebijakan Kemenhub guna keperluan pelaksanaan corrective action plan.