TEMPO.CO, Jakarta - Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto memprediksi, tingkat bunga atau yield obligasi tahun ini dapat turun ke level 7,25 persen. Dengan begitu, perolehan imbal hasil atau return obligasi pada 2017 masih menarik, yakni sekitar 12 persen.
"Yield obligasi pada 24 Januari dibanding posisi di akhir 2016 terjadi penurunan. Di Januari, pasar obligasi memberikan return positif, hampir 2 persen. Secara year-to-date, performa paling bagus di pasar modal adalah di pasar obligasi," kata Handy di Menara Mandiri, Jakarta, Rabu, 1 Februari 2017.
Baca: Naik 2 Persen, BRI Raup Laba Bersih Rp 25,8 Triliun
Handy berujar, penyebab harga pasar obligasi naik adalah pembelian dari investor asing. Pada Januari, pembelian dari investor asing di pasar obligasi asing mencapai Rp 17,3 triliun. "Yang lain positif, net buy, tapi tidak sebesar asing. Jadi driver pasar obligasi masih foreign fund inflows," ucapnya.
Namun, menurut Handy, pembelian dari investor domestik, terutama perbankan, juga cukup besar. Net buy obligasi oleh perbankan sudah mencapai Rp 7 triliun. "Bank Indonesia yang biasanya tidak melakukan pembelian surat utang negara (SUN) pun aktif, sekarang bisa beli Rp 5,4 triliun," katanya.
Selain itu, Handy menambahkan, reksa dana dan asuransi melakukan pembelian obligasi. Satu-satunya sektor yang tidak melakukan pembelian obligasi adalah dana pensiun. "Jadi inflow masih menjadi salah satu pendorong kenaikan harga atau penurunan yield," tuturnya.
Simak: Pemerintah Diminta Ubah Aturan Biaya Investasi Migas
Handy mengatakan, pada 2016, obligasi Indonesia mencatatkan perolehan imbal hasil tertinggi di Asia. "Ini semakin challenging. Semakin total return tinggi, valuasi sudah mahal, yield semakin turun, ke depan bisa turun lagi atau tidak? Sebenarnya, real yield Indonesia masih tinggi," ujarnya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI