TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Keuangan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (Wika) Steve Kosasih mengatakan pencairan komitmen pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ditargetkan rampung sebelum akhir tahun ini.
Wika bersama PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) dalam waktu dekat akan terbang ke Beijing, Cina, untuk menyelesaikan proses komitmen pembiayaan proyek. "Kami akan ada rapat satu kali lagi untuk finalisasi financial closure di Cina, baru kita tanda tangan," ujar Steve saat ditemui di kantornya, Cawang, Jakarta, Kamis, 22 Desember 2016.
Steve menjelaskan, pelaksanaan pembiayaan ini memang memakan waktu cukup lama. Sebab, China Development Bank (CDB) selaku pemberi pinjaman mengajukan cukup banyak persyaratan. "Prosesnya (pembiayaan) lama karena ini agak melanggar ketentuan bank sentral Cina dengan pinjaman sangat ringan, banyak persyaratan yang diminta ke kita."
Baca Juga: Pembebasan Lahan Kereta Cepat Ditargetkan Rampung Akhir 2016
Steve menuturkan CDB memberikan pinjaman lunak kepada KCIC dalam jangka panjang, yang tidak dijamin pemerintah dan tidak dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Wika juga masuk jajaran pemegang saham di KCIC bersama PTPN VIII, PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk dengan porsi 60 persen. Sedangkan 40 persen saham sisanya dipegang konsorsium Cina.
"KCIC mendapatkan fasilitas dari CDB bahwa ada dua mata uang untuk pinjaman ini, sebagian besar dolar (US$) dan sebagian kecil dalam yen (RMB)," ucap Steve. Adapun bunga yang dikenakan untuk pinjaman dolar sebesar 2 persen dalam jangka waktu 40 tahun ke depan.
"Dan ada grace period tidak bayar pokok tapi bayar bunga saja selama sepuluh tahun, jadi saya rasa itu bank sama sekali tidak untung," katanya.
Baca:Om Telolet Om, Menhub: Jangan Jadi Aksi Baru yang Mencelakai
Menurut Steve, kepentingan Cina dalam proyek ini adalah mendorong ekspansi konsorsium perusahaan konstruksinya masuk Indonesia. "Salah satu rencana mereka ke depan adalah ingin membuat rolling stock base Asia Tenggara di sini, karena di Cina infrastrukturnya sudah tidak tumbuh lagi."
GHOIDA RAHMAH