TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana bicara mengenai kemampuan Indonesia mengembangkan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya secara mandiri. Secara teknologi, kereta cepat memiliki kecepatan tinggi 300 hingga 350 kilometer per jam.
“Sebetulnya, langkah ke sananya masih panjang ya. Mungkin yang bisa kita lakukan dengan purwarupa atau protitipe itu masih di kereta berkecepatan medium,” ujar Aditya melalui sambungan telepon pada Senin, 16 Oktober 2023.
Aditya mengatakan pengembangan kereta cepat secara lokal itu sama seperti kondisi di pertambangan yang menggunakan smelter—fasilitas pengolahan hasil tambang. Artinya, Indonesia masih memerlukan penguatan di dalam negeri. Sehingga akan lebih baik jika kereta cepat itu fokus pada alih teknologinya.
Misalnya, mass rapid transit atau MRT Jakarta. Negara yang memiliki kemampuan membuat MRT harus membangun industrinya di Indonesia, bekerja sama dengan PT Industri Kereta Api (Persero) atau PT INKA. Dengan begitu, Indonesia bisa mengambil keputusan untuk mengembangkan MRT untuk fase selanjutnya, atau di kota-kota lain. Termasuk juga kereta cepat.
“Asal membangun pabrik di Indonesia kemudian bekerja sama dengan melakukan penguatan ke industri dalam negeri. Baik dari sisi riset dan alih teknologinya, penelitian dan pengembangannya maupun pengembangan kompetensinya,” kata dia. “Baru dibikin road map-nya.”
Pemerintah memerlukan waktu panjang jika ingin meniru Cina