TEMPO.CO, Jakarta - Produsen serat sintetis curiga ada kebocoran tata niaga yang membuat angka impor poliester melonjak dalam beberapa bulan terakhir. Sekjen Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (Apsyfi) Redma Wirawasta mengatakan produksi filamen mengalami periode terburuk pada semester I/2016.
Produksi filamen turun dari 270 ribu ton pada semester I/2015 menjadi 230 ribu ton pada semester I/2016. Volume produksi semakin menyusut, yakni dari 615 ribu ton pada 2014 menjadi 586 ribu ton pada 2015. “Poduksi filamen pada semester kemarin lagi jelek-jeleknya. Apalagi ada produk yang impornya naik lumayan tinggi,” kata Redma, Selasa, 19 Juli 2016.
Produk yang angka kenaikan impornya tinggi adalah filamen jenis draw texturised yarn (DTY), bahan baku produksi kain yang sering digunakan untuk kostum tim atau celana olahraga. Data BPS menunjukkan, volume impor textured yarn of polyester naik 46,22 persen dari 13,01 juta kilogram pada Januari-Mei 2015 menjadi 19,02 juta kilogram pada Januari-Mei 2016.
Redma curiga ada kebocoran tata niaga yang membuat volume impor produk DTY naik tajam. Beberapa perusahaan diduga menjual DTY impor ke pembeli non-produsen, termasuk ke produsen perajutan dan pengayaman rumahan.
Dia mengaku sudah mengantongi nama-nama perusahaan yang menjual produk impor, yang tidak sesuai dengan aturan. Ia pun akan segera melaporkan dugaan kebocoran tata niaga tersebut ke Kementerian Perdagangan. “Impornya besar sekali. Kami sudah punya nama-nama perusahaannya. Barang impor yang seharusnya buat produsen mereka jual ke pembeli lain,” kata Redma.
BISNIS