TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla menilai yield atau suku bunga deposito perbankan masih tinggi dibanding negara lain. Ia mengatakan, bila suku bunganya lebih rendah, masyarakat berpeluang melirik pasar obligasi atau surat utang.
"Kalau masyarakat pilih bond, tentu akan lebih baik," kata Kalla dalam acara The Financial Markets Association World Congress di Ritz-Charlton, Jakarta, Jumat, 29 April 2016.
Berdasarkan Indonesia Bond Pricing Agency, posisi yield untuk obligasi pemerintah berada di posisi 7-8 persen untuk tenor 5-10 tahun.
Sedangkan suku bunga deposito (rupiah) bervariasi, yaitu 4-5 persen untuk tenor 12-24 bulan.
Kalla mengapresiasi langkah Bank Indonesia yang dalam beberapa bulan terakhir memutuskan menyesuaikan suku bunga BI. Dengan demikian, Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara lain yang berada di Asia Tenggara.
Baca Juga:
Nantinya, Wakil Presiden berharap sistem keuangan Indonesia bisa lebih baik lagi. Pasalnya, baik-buruknya negara ditentukan kondisi pasar keuangan. Kalla tak ingin krisis moneter di Asia pada 1997-1998 terulang akibat tidak adanya pengelolaan sistem keuangan yang bagus. "Sekarang harus lebih hati-hati," ucapnya.
Melihat proyeksi pertumbuhan ekonomi ke depan, Kalla melanjutkan, Indonesia termasuk negara yang berada di tengah. Menurut Kalla, penting bagi pemerintah dan pelaku pasar menjaga stabilitas agar pertumbuhan ekonomi bisa sesuai dengan target, yaitu 5,2 persen. "Banyak langkah struktural sudah dilakukan. Kami tidak bisa berharap ke komoditas, melainkan manufaktur dan nilai tambah. Ini penting," tuturnya.
Ketua Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad mengapresiasi langkah parlemen yang sudah mengesahkan Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). Dengan adanya aturan itu, pemerintah mempunyai pedoman ketika menghadapi situasi krisis. "Ada pelajaran penting dari krisis global," katanya dalam kesempatan yang sama.
ADITYA BUDIMAN