TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI) Suhaedi menuturkan jumlah uang yang dimusnahkan setiap tahun meningkat. Sebab, dibanding tahun lalu uang kertas yang beredar masih di level 6 sedangkan tahun ini pada level 8. "BI punya target, dari waktu ke waktu kualitas uang semakin baik," ujar dia di kantornya, Selasa, 2 Februari 2016.
Pada 2014, BI telah memusnahkan uang kertas yang tidak layak edar sebanyak 5,19 miliar lembar. Nilai yang dimusnahkan mencapai Rp 111,57 triliun. Pada 2015 jumlah uang yang dimusnahkan sebanyak 6,13 miliar lembar dengan nilai mencapai Rp 160,23 triliun.
Baca Juga:
Suhaedi mengatakan setiap pemusnahan uang harus tercatat dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI). Data perihal kriteria, tata cara, jumlah, dan nilai nominal uang pun wajib dituangkan dalam peraturan tersebut. Ia berujar pemusnahan itu tertuang pada PBI Nomor 18, 28 Januari 2016 yang mengacu pada amanat pasal 18 ayat 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 perihal Mata Uang.
Suhaedi menegaskan uang yang dimusnahkan adalah uang yang telah beredar di masyarakat dan masuk kembali ke BI dalam kondisi lusuh, robek, rusak, atau yang telah ditarik dari peredaran. BI berkomitmen mengganti uang yang tidak layak edar dengan sejumlah uang yang sama untuk memenuhi kebutuhan transaksi masyarakat.
Cara memusnahkan uang yang tidak layak, kata Suhaedi, dengan meracik, melebur dengan mesin sehingga tidak menyerupai lagi uang rupiah. Ia pun mengimbau masyarakat menjaga kualitas uang yang layak edar di antaranya tidak mencoret, melubangi, atau memotong dengan sengaja.
Suhaedi mengatakan orang yang sengaja merusak uang seperti memotong lembaran uang akan dipenjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar. "Tentu kalau mengacu undang-undang karena ada potensi niat buruk," kata dia di kantornya, Selasa, 2 Februari 2016.
Hukuman dan denda bagi orang yang sengaja merusak uang, kata Suhaedi, merujuk pada Pasal 35 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011. Ayat pertama menyebut setiap orang yang sengaja merusak, memotong, menghancurkan dan mengubah nilai rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan rupiah termasuk tindakan pidana. Sementara pada ayat ketiga menyebut setiap orang yang mengimpor atau mengekspor rupiah yang sudah rusak akan dipenjara maksimal 10 tahun dengan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Sementara itu, Suhaedi menilai untuk uang yang dilubangi dengan stapler bukan termasuk pelanggaran karena hanya bersifat ketidakpahaman pengguna uang kertas. Namun ia mendorong masyarakat untuk memperlakukan uang dengan baik. Ia pun menegaskan jika uang terbukti rusak disengaja, BI tidak akan mengganti.
DANANG FIRMANTO