TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan praktek perbudakan terhadap anak buah kapal (ABK) tidak hanya terjadi di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku.
Menurut Menteri Susi, banyak ABK yang dipekerjakan secara tak manusiawi. Dugaan praktek-praktek perbudakan oleh kapal asing juga terjadi di Panambulai (Jambu Air), Kepulauan Aru, Wanam, Kaimana, dan Avona.
"Mereka beroperasi di pelabuhan-pelabuhan yang jarang dilalui kapal biasa dan kapal pengawas," kata Susi di kantornya, Jakarta, Kamis, 2 April 2015.
Sebelumnya Rabu lalu, di hadapan Komisi Kelautan dan Perikanan DPR, Susi menyebutkan ada sekitar 100 ribu ABK yang bekerja secara tak layak. Berdasarkan data Kepolisian Daerah Maluku, ada sekitar 1.185 ABK yang bekerja di kapal-kapal asing di Benjina. Setiap tahun ada sekitar 20-30 ABK di Benjina yang menemui ajal.
Susi menegaskan, moratorium kapal asing dan eks asing banyak dilanggar. Ketentuan imigrasi banyak dianggar. "Itu sudah human traficking. Ada atau tak ada kekerasan, tetap human traficking."
Menurut Susi, perbudakan tak hanya soal kekerasan, tapi juga ketika jam kerja ABK sudah melampaui batas, misalnya di atas 20 jam sehari. Para ABK dari luar negeri itu juga bukan bekerja secara sukarela, tapi direkrut oleh agen-agen di negara asal seperti Thailand.
"Di Undang-Undang Ketenagakerjaan, ketentuan International Labour Organization, ada ketentuan penempatan orang dan kita harus memenuhi standar itu," kata Susi.
Dugaan praktek perbudakan yang dilakukan oleh PT Pusaka Benjina Resource mencuat setelah terbit laporan investigasi dari Associated Press. Susi mengaku sudah mengirim penyidik dan Satuan Tugas Anti-Illegal Fishing menginvestigasi kasus tersebut ke Benjina, Kepulauan Aru, Maluku.
Seperti diberitakan juga, Kedutaan Besar Thailand untuk Indonesia dan Kepolisian Thailand sudah mengirim utusan ke Benjina untuk memeriksa dugaan praktek perbudakan ABK Myanmar, Kamboja, dan Thailand itu.
KHAIRUL ANAM