TEMPO.CO, Jakarta - Langkah Bank Indonesia menaikkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) tampaknya tak akan serta-merta menurunkan tingkat defisit neraca berjalan. "Saya kira impor masih akan strong tahun depan," kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, Jumat, 15 November 2013. Namun, Bayu belum berani mengatakan seberapa besar impor tahun 2014.
Bayu menyatakan, struktur impor tahun depan masih akan didominasi oleh bahan baku dan barang modal. Sementara, impor produk konsumsi diperkirakan hanya akan ada di kisaran 6-7 persen.
Tingginya impor bahan baku dan barang modal, menurut Bayu, didorong oleh realisasi investasi tahun lalu dan tahun ini yang jumlahnya terbilang besar. "Soalnya investasi itu butuh waktu antara 12-24 bulan sebelum mereka mulai pembangunan kegiatan yang riil dan beroperasi," ujarnya.
Sementara, untuk mengantisipasi penurunan impor bahan baku dan barang modal sebagai akibat tak langsung dari kenaikan BI Rate antara 1-2 tahun ke depan, Bayu menyatakan bahwa pemerintah akan mendorong industri barang setengah jadi. "Misalnya untuk industri makanan dan kosmetik ini bahan mentahnya banyak tersedia, tapi industri mediannya belum ada, ini yang kita dorong," ujarnya.
Bagaimanapun juga, Bayu menyebut langkah Bank Indonesia menaikkan lagi BI Rate patut diapresiasi. "Kalau kita berhasil mendorong pengembangan produksi barang baku dan modal selama masa transisi ini, ke depan fundamental ekonomi kita akan makin baik."
Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate, sebesar 25 basis point dari 7,25 persen menjadi 7,5 persen. "Kenaikan ini untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan ke depan," kata juru bicara BI, Difi Johansyah di Bank Indonesia, Selasa, 12 November 2013.
PINGIT ARIA