TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan Importir Hasil Bumi Indonesia (Gisimindo) menyatakan kebijakan pengaturan dan pembatasan impor hortikultura menyebabkan harga buah dan sayur di dalam negeri melonjak. "Kenaikan harga buah dan sayur impor sekitar 200 hingga 300 persen," kata Wakil Ketua Gisimindo Bob Budiman, di Jakarta, Senin 11 Februari 2013.
Menurutnya, kenaikan harga ini disebabkan kurangnya pasokan buah dan sayur lokal, sedangkan produk impor pemasukannya terhambat. Akibatnya, harga buah dan sayuran impor yang awalnya murah kini menjadi mahal.
Ia mencontohkan, harga jeruk impor biasanya sekitar Rp 8.000 per kilogram, namun kini sudah mencapai Rp 20 ribu per kilogram. Kemudian harga bawang putih impor yang biasanya Rp 10 ribu per kilogram naik menjadi Rp 30 ribu per kilogram.
Bob meminta Kementerian Pertanian segera mengeluarkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) untuk menurunkan harga. Jika tidak, menurutnya, dikhawatirkan banyak terjadi penyelundupan. "Kenapa kita punya produk kurang tapi importasi dibatasi? Padahal itu untuk memenuhi kebutuhan konsumen," katanya.
Selain itu, dia meminta pemerintah untuk mencabut beberapa pasal di Peraturan Menteri Pertanian Nomor 3 Tahun 2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura yang mengatur soal impor. Ia meminta aturan yang mewajibkan surveyor ketika produk sampai di pelabuhan segera dicabut. "Biaya surveyor ini mencapai Rp 3 hingga 4 juta," katanya.
Bahkan, dia juga meminta pemerintah menghapus aturan kewajiban importir memiliki gudang pendingin dengan kapasitas besar jika ingin mendapat izin impor. "Peraturan tentang gudang ini bisa berdampak kepada terjadinya praktek kartel. Sebab, hanya perusahaan-perusahaan importir besar yang sanggup melakukan kegiatan importasi," ujar dia.
Akibat dari pembatasan impor ini, ia menambahkan, banyak importir yang gulung tikar, terutama importir menengah ke bawah. "Dari sekitar 140 importir kini tinggal 40 importir. Banyak sekali yang gulung tikar," kata dia.
Bob juga mengeluhkan indikasi Kementerian Pertanian hanya memberikan RIPH kepada perusahaan tertentu yang tergolong kelas besar. Sementara itu, perusahaan yang sudah mengantongi RIPH menahan produknya demi mendongkrak harga.
ROSALINA