TEMPO.CO, Bangkok - Produsen karet terbesar, Thailand, akan berdiskusi dengan Indonesia dan Malaysia mengenai kemungkinan pembatasan ekspor karet. Produksi karet negara itu mewakili 70 persen dari pasokan dunia sehingga kebijakan ini akan mempengaruhi harga. "Jika terpaksa, akan ada pembatasan ekspor," kata Wakil Menteri Perdagangan Thailand, Nattawut Saikuar, seperti dikutip Business Times, Kamis, 28 Juni 2012.
"Ketiga negara harus bersama-sama dalam membuat keputusan dan menetapkan jumlahnya (pembatasan)," kata dia. Perdana Menteri Yingluck Shinawatra akan mendiskusikan masalah ini secara informal dengan para pemimpin dari Indonesia dan Malaysia.
Harga pada bursa berjangka karet di Tokyo turun ke titik terendah selama enam bulan hingga hanya 257,9 yen (US$ 3,28) per kilogram. Harga terendah sejak 24 November karena kekhawatiran baru atas utang Eropa.
Sebelumnya, Nattawut juga sudah berdiskusi dengan Menteri Perdagangan Indonesia. "Kami sepakat bahwa harga karet telah jatuh pada level yang tidak pantas dan kami harus melakukan sesuatu untuk mencegah kejatuhan harga lebih lanjut," kata dia.
Para produsen karet telah bekerja sama untuk mendukung pasar karet sejak Desember 2008. Saat itu, harga karet jatuh hingga mencapai US$ 1,10 per kilogram saat resesi global memuncak sehingga mereka sepakat untuk mengurangi ekspor 915 ribu ton pada 2009 untuk menaikkan harga.
Asisten Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Erwin Tunas mengatakan asosiasi sudah membahas secara internal tentang penurunan harga karet ini. "Petani juga sudah mengeluh," kata dia.
Ada dua mekanisme yang akan dilakukan untuk menstabilkan harga karet. Pada kesepakatan tripartit sebelumnya, Indonesia melakukan dua cara untuk menahan pasokan karet ke pasar dunia.
Pertama dengan pengendalian volume ekspor dengan mengurangi jumlah pengiriman karet dalam besaran tertentu berdasarkan kesepakatan tiga negara. Selain itu, bisa juga dengan imbauan agar petani mengurangi waktu penyadapan karet sehingga produksi berkurang.
Menurut Erwin, sekarang belum ada hitungan pasti mengenai jumlah pasokan dan permintaan karet dunia. Sehingga belum bisa disimpulkan bahwa penurunan harga karena berkurangnya permintaan dunia.
Namun, berdasarkan data Gapkindo, volume ekspor karet Indonesia saja untuk kuartal pertama 2012 turun 15 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada empat bulan pertama tahun ini, ekspor karet Indonesia hanya 550 ribu ton. Sementara penurunan permintaan tidak lebih dari 15 persen.
Sehingga, dia menduga penurunan harga bukan karena kelebihan pasokan atau turunnya permintaan. Tetapi, perilaku pedagang yang menginginkan posisi jual beli yang baik.
BUSINESS TIMES| EKA UTAMI APRILIA