TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Agus Martowardojo berharap belanja pemerintah tidak perlu didanai melalui utang. “Utang tidak salah, tapi kalau bisa, tidak perlu utang,” kata dia di kantor Kementerian Keuangan di Jakarta, Senin, 19 Desember 2011.
Menurut Agus, utang bisa dihindari jika pemerintah dapat mengoptimalkan penerimaan negara bukan pajak. “Mohon dijaga penerimaan PNBP ini, setiap organisasi dikumpulkan dan tidak boleh ditunda 2 hingga 3 bulan,” ujarnya.
Menurut Agus, potensi penerimaan berkurang akibat lalainya kementerian dan lembaga teknis serta pemerintah daerah memotong pajak dari anggaran yang dibelanjakan. “Jangan lupa itu segera dipotong untuk dibayarkan ke kas negara,” katanya.
Total utang Indonesia sampai bulan ini naik Rp 13,3 triliun menjadi Rp 1.768 triliun. Lonjakan utang ini disebabkan oleh pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing untuk pinjaman luar negeri.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto menjelaskan kenaikan utang selain berasal dari surat berharga negara (SBN) juga karena gejolak nilai tukar rupiah. "Hampir 45 persen utang Indonesia dalam berbagai bentuk valuta asing," ujarnya.
Pemerintah, kata dia, masih kekurangan Rp 13 triliun dari target penerbitan SBN tahun ini (gross) sebesar Rp 211 triliun. Sisa utang itu akan dikejar sampai akhir tahun untuk kebutuhan pembiayaan. Rahmat tak bisa memperkirakan apakah total utang pada akhir tahun ini bakal naik. Sebab, hal itu terkait dengan nilai tukar rupiah.
Untuk menilai efektivitas utang pemerintah, Badan Pemeriksa Keuangan akan mengaudit utang pemerintah mulai tahun depan. Wakil Ketua BPK Hasan Bisri mengatakan obyek pemeriksaan BPK terkait manajemen pengelolaan utang di dalam dan luar negeri. "Itu jadi prioritas BPK ke depan karena utang kita cukup besar. Kami akan nilai sejauh mana manajemen utang dilakukan pemerintah," katanya.
Hasan mengakui selama ini kewajiban pemerintah itu baru sebatas penghitungan dan pelaporan utang. "Utang sebatas dicatat dan dilaporkan," katanya. Pemeriksaan BPK juga masih berkonsentrasi pada belanja dan pendapatan negara. "Utang belum banyak tersentuh," kata dia.
Padahal utang termasuk komponen pembiayaan negara. "Pendapatan ada pajak, ada nonpajak, dan pendapatan sumber daya alam dengan pendapatan pembiayaan pinjaman luar negeri yang mencakup utang," ujar dia.
Belum adanya pemeriksaan membuat BPK belum dapat menilai tingkat efisiensi manajemen utang pemerintah. "Kami belum melakukan pemeriksaan (manajemen utang)," katanya lagi.
Untuk itu, BPK akan memulai dengan melakukan survei pendahuluan tentang lama waktu dan sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan rencana ini selama menjelang akhir tahun. "Yang jelas, itu komitmen BPK," tutur Hasan.
AKBAR TRI KURNIAWAN