TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia memperkuat ketentuan anti-pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme melalui penerbitan Peraturan Bank Indonesia (PBI) baru. BI menerbitkan PBI Nomor 19/10/PBI/2017 tentang Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank dan Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank.
Dengan ketentuan yang baru, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Agusman menjelaskan, penerapan peraturan bagi penyelenggara kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB) serta penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP) telah terintegrasi.
Baca Juga:
"Peraturan yang baru juga telah diselaraskan dengan upaya pemerintah untuk memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme serta rekomendasi dan panduan (guidelines) yang diberikan lembaga internasional Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF)," katanya dalam siaran pers, Rabu, 13 September 2017.
Penyempurnaan peraturan dilakukan untuk menjawab berbagai tantangan dalam mendukung anti-pencucian uang (APU) dan pencegahan pendanaan terorisme (PPT) yang muncul dari perkembangan teknologi sistem informasi. Dengan berbagai inovasi dalam kegiatan sistem pembayaran dan penukaran valuta asing, maka produk, jasa, transaksi, dan model bisnis pada kegiatan sistem pembayaran dan penukaran valuta asing menjadi semakin kompleks.
Hal tersebut, kata Agusman, berpotensi meningkatkan risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme. "Pengaturan dalam PBI diharapkan mampu membantu menjawab tantangan yang dihadapi terkait dengan APU dan PPT," ujarnya.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Eni V. Panggabean menambahkan, peraturan ini perlu disempurnakan untuk mengantisipasi perkembangan teknologi. “Mengapa perlu disempurnakan? Untuk perkembangan teknologi saat ini. Ada inovasi dalam sistem pembayaran produk dan jasa semakin kompleks serta meningkatkan risiko pencucian uang,” ucapnya di gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu, 13 September 2017.
PBI kali ini berlaku bagi penyelenggara KUPVA BB dan PJSP selain bank, yang berupa penyelenggara transfer dana dan penerbit alat pembayaran menggunakan kartu. Melalui PBI ini, BI juga dapat menetapkan pihak lain yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran atau penukaran valuta asing, seperti penyelenggara teknologi finansial, untuk menerapkan APU dan PPT.
Dalam menerapkan APU dan PPT, penyelenggara wajib menerapkan pendekatan berbasis risiko (risk-based approach) dengan memperhatikan faktor risiko terkait dengan pengguna jasa, negara atau wilayah geografis, produk atau jasa, serta jalur atau jaringan transaksi.
"Risk-based approach juga akan diterapkan Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan terhadap penerapan APU dan PPT oleh penyelenggara," tuturnya.
Untuk mendukung ketentuan yang dikeluarkan pemerintah, khususnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, Agusman menuturkan PBI juga menegaskan kembali mengenai penanganan terkait dengan daftar terduga teroris dan organisasi teroris serta daftar pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal, antara lain pelaksanaan freeze without delay.
ROSSENO AJI NUGROGO | BISNIS