TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) pada periode Juli menguat menjadi US$ 46,35 per barel yakni lebih tinggi US$ 1,82 per barel dibandingkan dengan bulan sebelumnya US$ 43,66 per barel.
Seperti dikutip dari laman Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Rabu, 2 Agustus 2017, berdasarkan hasil perhitungan Tim Harga Minyak Indonesia, selain rata-rata ICP, harga minyak jenis SLC pun mengalami kenaikan, yakni menyentuh US$ 46,35 per barel atau naik US$ 1,64 per barel dari semula US$ 44,71 per barel pada Juni 2017.
Adapun naiknya ICP periode Juli dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, naiknya harga minyak acuan di pasar global. Harga minyak jenis Dated Brent naik US$ 2,04 per barel dari US$ 46,52 per barel menjadi US$ 48,56 per barel. Selain itu, jenis minyak lainnya yang juga mengalami penaikan harga yakni Brent dengan kenaikan US$ 1,60 per barel dari US$ 47,55 per barel menjadi US$49,15 per barel.
Kemudian jenis West Texas Intermediate (WTI) naik US$1,48 per barel dari US$ 45,20 per barel menjadi US$46,68 per barel. Terakhir Basket OPEC pun menunjukkan penaikan yakni sebesar US$1,57 per barel dari US$45,21 per barel menjadi US$ 46,78 per barel.
Baca: Harga Minyak Menguat Pasca OPEC Kurangi Pengiriman ke AS
Dari sisi proyeksi permintaan minyak mentah, International Energy Agency (IEA) mencatat proyeksi permintaan minyak mentah naik sebesar 100.000 barel per hari (bph) sehingga permintaan naik menjadi 98 juta bph. Sementara itu, dari sisi stok minyak, berdasarkan laporan Energy Information Administration (EIA), tingkat stok minyak mentah komersial, gasolin dan distillate fuel oil selama Juli mengalami penurunan.
Pertama, stok minyak mentah komersial turun 19,5 juta barel menjadi 483,4 juta barel. Kedua, stok gasolin turun 7,1 juta barel menjadi 230,2 juta barel. Ketiga, distillate fuel oil turun 800.000 barel menjadi 149,6 juta barel. Terakhir, dari publikasi IEA dan organisasi pengekspor minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC), stok minyak mentah komersial negara maju mengalami penurunan 6 juta barel dan 12,9 juta barel.
Selain dari aspek proyeksi permintaan dan stok, faktor penyumbang menghangatnya harga minyak yakni respons positif pasar terhadap pernyataan Menteri Energi Arab Saudi yang menyatakan pembatasan ekspor minyak mentah sebesar 6,6 juta bph pada Agustus 2017. Kemudian, Nigeria menyetujui untuk mengikuti kebijakan OPEC yakni membatasi produksi minyak mentahnya.
Khusus di Asia Pasifik, naiknya harga minyak dipengaruhi catatan IEA terkait peningkatan permintaan minyak mentah di India dan Taiwan. Faktor lainnya yang juga berkontribusi menghangatnya harga minyak yakni proyeksi pertumbuhan ekonomi China tahun 2017. Menurut publikasi International Monetary Fund (IMF) pada Juli, pertumbuhan ekonomi China diproyeksi naik 0,1 persen dibandingkan proyeksi sebelumnya.
BISNIS