TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah bersama Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) tengah mencari skema yang tepat untuk mengelola dana haji. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan tujuan pengelolaan dana haji diperlukan agar ongkos haji tetap terjaga atau stabil.
Sebab, kata dia, dengan waktu tunggu bertahun-tahun ongkos keberangkatan haji berpotensi membengkak. Salah satu yang bisa membuat biaya haji naik adalah inflasi dan nilai tukar mata uang.
Baca Juga:
Baca: Dana Haji Rp 70 Triliun, MUI Sarankan Ini
"Investasi bukan kepentingan pemerintah, tapi jemaah. Supaya dapat membayar lebih murah," kata Jusuf Kalla usai bertemu dengan anggota BPKH di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa, 1 Agustus 2017.
Menurut Kalla, biaya haji saat ini sudah menyentuh angka Rp 70 juta. Namun para jemaah hanya membayar sekitar 70 persennya. Ke depan, pemerintah berupaya untuk mencari skema pengelolaan dana haji yang pas dan sesuai syariat.
Salah satu wacana yang berkembang belakangan ini ialah dengan menaruhnya di sektor infrastruktur. "Bukan cuma infrastruktur, apa yang paling menguntungkan tapi memenuhi syarat," kata dia.
Simak: MUI Dukung Menteri Agama Soal Dana Haji untuk Infrastruktur
Wacana menginvestasikan dana haji menurut Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Muhammad Syakir bisa dialokasikan sebesar 50 persen dari total uang yang dikelola. Ia menilai investasi di infrastruktur terbilang paling aman dan memberikan return yang tinggi, yaitu sekitar 7 persen.
Anggota BPKH Anggito Abimanyu menyatakan pembahasan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla belum sampai pada komposisi dana haji yang akan diinvestasikan. Hal terpenting yang menjadi catatan ialah resiko investasi harus rendah. "Pokoknya memberikan nilai paling optimal dan risikonya rendah," kata dia.
ADITYA BUDIMAN