TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Ilham Masita mengatakan penyebab biaya logistik masih mahal adalah tak ada kebebasan bagi operator pelabuhan menentukan harga. Seharusnya ada kebebasan bagi mereka
menentukan harga. "Sehingga nantinya terjadi persaingan yang sehat," katanya kepada Tempo saat dihubungi pada Selasa, 18 April 2017.
Menurut Zaldy, selama ini semua biaya di pelabuhan diatur dan seragam, sehingga tak ada kompetisi harga dan service level. Selain itu, pemerintah tak pernah meminta masukan dari pemilik barang yang mengeluarkan barang.
Baca: Tekan Biaya Logistik, Ini yang Akan Dilakukan Pemerintah
Zaldy mengatakan monopoli Pelindo harus dibatasi agar tak terjadi kartel. Sebab, dengan monopoli ini, pemerintah tak memberikan pilihan bagi pengguna jasa untuk memilih jasa pelabuhan di luar Pelindo. "Swasta perlu diberikan kesempatan lebih banyak mengelola pelabuhan," ucapnya.
Lebih lanjut, Zaldy mengungkapkan, banyak cost yang memberikan kontribusi bagi biaya logistik. Seperti biaya inventory, transportasi, pungutan resmi seperti Terminal Handling Charge (THC), dan cost recovery. Bahkan sampai pungutan liar. "Dwelling time hanya bagian kecil," katanya.
Zaldy menjelaskan, cara pandang pelabuhan dan bandara sebagai profit center membuat biaya kargo di kedua tempat itu semakin tinggi. Kenaikan biaya ini berasal dari BUMN dan Kementerian Perhubungan.
Baca: Paket Kebijakan Ekonomi XV Bakal Pangkas Biaya Logistik
Menurut Zaldy, seharusnya semua pihak berusaha menurunkan biaya apa pun di pelabuhan agar perdagangan dan industri bisa berkembang pesat. "Kami harapkan di paket kebijakan ekonomi XV dilakukan moratorium pungutan-pungutan yang terkait dengan logistik, baik resmi maupun liar," tuturnya.
DIKO OKTARA