TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Bea-Cukai Heru Pambudi mendukung investigasi Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus dugaan suap terhadap hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar. Menurut Heru, penyidik KPK memintanya memberikan data, informasi, dan dokumen terkait dengan importasi.
Baca : Tanpa Freeport, Bea-Cukai Jamin Penerimaan APBN Aman
“Tim penyidik KPK mengunjungi Kantor Pusat Bea-Cukai untuk koordinasi terkait dengan penyidikan kasus indikasi suap yang melibatkan importir dan seorang hakim MK beberapa waktu lalu,” kata Heru dalam siaran pers, Senin, 6 Maret 2017.
Baca : Plastik Dipastikan Kena Cukai Mulai Tahun Depan
Kementerian Keuangan sedang menyelidiki praktek kartel beberapa komoditas pangan, termasuk daging sapi. Pekan lalu, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea-Cukai, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha menandatangani perjanjian kerja sama pertukaran informasi praktek kartel yang diduga merugikan negara. Pemerintah serta KPPU juga bekerja sama dalam peningkatan kepatuhan bidang perpajakan dan persaingan usaha.
Heru berharap penghapusan praktek kartel dapat menekan harga kebutuhan sehingga makin terjangkau bagi masyarakat. "Dengan demikian, dalam jangka panjang, masyarakat mendapatkan barang yang berkualitas dengan harga murah, pengusaha mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha, dan Indonesia menjadi tempat yang menawarkan iklim persaingan usaha yang sehat."
KPK menggeledah kantor Bea-Cukai pusat di Rawamangun, Jakarta Timur, siang ini, Senin, 6 Maret 2017. Penggeledahan ini terkait dengan dugaan suap kepada Patrialis.
"Siang ini, KPK melakukan penggeledahan di kantor Bea-Cukai pusat di Rawamangun terkait dengan penyidikan kasus indikasi suap terhadap hakim Mahkamah Konstitusi, PAK," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah, melalui pesan singkat, Senin, 6 Maret 2017.
Patrialis diduga menerima suap dari pengusaha daging impor, Basuki Hariman, sebesar Sin$ 200 ribu untuk mengabulkan sebagian gugatan uji materi Undang-Undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 itu diregistrasi pada 29 Oktober 2015 dengan nomor perkara 129/PUU-XIII/2015. Ada enam pihak yang menjadi pemohon, salah satunya Teguh Boediyana, peternak sapi. Sedangkan Patrialis menjadi satu dari sembilan hakim yang memutus perkara tersebut.
Meski tak masuk daftar nama penggugat, Basuki mengaku memiliki kepentingan dalam dikabulkannya gugatan perkara itu. Pemilik 20 perusahaan itu mengklaim UU Nomor 41 Tahun 2014 akan merugikan bisnisnya.
PUTRI ADITYOWATI | MAYA AYU PUSPITASARI