TEMPO.CO, Jakarta - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam sepekan kemarin mengalami pelemahan dengan penurunan 0,39 persen atau lebih rendah dibandingkan pekan sebelumnya yang naik 0,20 persen.
Di pekan sebelumnya, laju IHSG mampu mencetak rekor tertingginya dengan menyentuh 5.418,38. "Namun, tampaknya tidak mampu bertahan dan cenderung melemah di pergerakan hari-hari berikutnya hingga sempat menyentuh low level di 5.340,86," seperti dikutip dari Binaartha Weekly Market Review, Sabtu, 18 Februari 2017.
Baca Juga: Pilkada DKI Aman: Pasar Global Kondusif, Begini Peluang IHSG
Imbas penguatan laju bursa saham Amerika Serikat (AS) di akhir pekan lalu pasca rencana Presiden Donald Trump mengumumkan update pajak untuk industri, direspon positif pasar sehingga IHSG dapat kembali melanjutkan kenaikannya di awal pekan.
Namun, laju rupiah kembali melemah, diimbangi oleh dampak positif laju bursa saham Asia saat itu. Penguatan itu disebabkan oleh beberapa hal. Pertama adalah ekspektasi pelaku pasar terhadap rilis beberapa kinerja emiten ke depannya yang akan positif.
Kedua naiknya pertumbuhan indeks properti sebesar 2,38 persen (yoy) dari sebelumnya 2,75 persen (yoy). Respon positif pelaku pasar berlanjut terhadap menurunnya defisit neraca berjalan Indonesia (CAD) pada triwulan empat 2016 yaitu sebesar US$ 1,8 miliar atau 0,8 persen dari produk domestik bruto (PDB). Jumlah itu lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar US$ 4,7 miliar atau 1,9 persen PDB. Hal itu ditopang oleh perbaikan kinerja neraca perdagangan barang dan pendapatan primer.
Simak: Jaring Ikan Sepanjang Jakarta-Semarang, Ini Cerita KKP
Pasca menguat, melemahnya sejumlah indeks saham Asia dilaporkan berimbas pada pergerakan IHSG yang cenderung berbalik melemah di hari menjelang Pilkada serentak, 15 Februari lalu. Kemudian ditambah dengan testimoni Gubernur Bank Sentral AS (The Fed), Jennet Yellen dan rilis sejumlah data-data ekonomi global yang pada akhirnya membuat pelaku pasar cenderung berbalik menahan diri dan dimanfaatkan untuk profit taking.
"Adanya sentimen dari dalam negeri seperti nyanyian Antasari Azhar saat itu kami melihatnya tidak banyak berpengaruh pada pasar," tulis Binaartha. Sebab hal itu sebagai sentimen tambahan, yang datang di saat pasar yang memang sedang melemah dan bukanlah menjadi sentimen utama yang melemahkan IHSG.
GHOIDA RAHMAH