TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak telah mengirimkan surat pemeriksaan bukti permulaan kepada Facebook. Surat ini berkaitan dengan kewajiban pajak Facebook yang telah mendulang pendapatan dari jasa iklan.
Baca: Polisi Bidik Pengguna Media Sosial Penyebar Rush Money
Kepala Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv mengatakan Facebook mengaku tak berkewajiban membayar pajak karena tak memiliki kantor perwakilan di Indonesia. Padahal, menurut Haniv, Facebook memasang sejumlah sistem dan alat penangkap sinyal. "Berarti hak pemajakan kita ada di situ, meskipun pajak mereka sangat kecil," kata Haniv di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu, 23 November 2016.
Baca: Polisi Tangkap Terduga Pelaku Penistaan Agama di Facebook
Haniv mengungkapkan, total pajak perusahaan over the top (OTT) di Indonesia tahun lalu mencapai US$ 840 juta. Dua perusahaan OTT yang menyerap pendapatan iklan terbesar adalah Google dan Facebook. Google berkontribusi sebesar 70 persen dan Facebook 30 persen. "Penghasilan Facebook yang bersumber di Indonesia sekitar US$ 160 juta," kata Haniv.
Direktorat Jenderal Pajak telah meminta laporan keuangan dan data kinerja Facebook bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak Irlandia, lokasi pusat data Facebook. "Kalau tidak diberikan, ini saya blow up. Yang jelas, negara sana akan malu," ujar Haniv.
Selama ini, pemerintah terhambat aturan penarikan pajak over the top karena sejumlah perusahaan tersebut tidak berbentuk badan usaha tetap (BUT). Otoritas hanya dapat mengenakan pajak penghasilan badan usaha sebesar 25 persen.
"Kita harus punya cara baru, teknik baru, untuk memproses bisnis mereka sehingga mereka bentuk BUT. Ini tantangan otoritas pajak seluruh dunia. Seluruh otoritas pajak seluruh dunia pusing menghadapi Google, Facebook, dan lain-lain," kata Haniv.
PUTRI ADITYOWATI
Baca juga:
Sri Mulyani Minta Pejabat Pajak Terima Suap Dihukum Berat
Festival Belanja Online Tawarkan Diskon hingga 90 Persen