TEMPO.CO, Jakarta -Meraih keuntungan sebesar-besarnya tentulah menjadi harapan setiap pebisnis. Akan tetapi, bagaimana jika segmen yang selama ini menjadi andalan tidak bisa lagi berkontribusi maksimal seperti harapkan? Hal itulah yang kini dialami pelaku bisnis multifinance khususnya pembiayaan kendaraan komersial.
Penyaluran kredit kendaraan komersial oleh perusahaan pembiayaan belakangan ini terus menunjukkan tren penurunan karena multifinance cenderung menahan menyalurkan pembiayaan pada segmen tersebut demi mencegah meningkatnya rasio kredit bermasalah atau non performing financing (NPF).
Perilaku multifinance dalam menahan pembiayaan pada kendaraan komersial itu tercermin dari penurunan piutang pembiayaan di sektor pertambangan. Seperti diketahui, kendaraan komersial seperti truk dan mobil bak terbuka (pikap) sangat erat kegunaannya dengan aktivitas pertambangan.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan piutang pembiayaan sektor pertambangan per Juli 2016 mencapai Rp13,43 triliun. Realisasi itu turun jika 27,12% jika dibandingkan dengan pembiayaan pada periode yang sama tahun lalu yaitu Rp18,43 triliun.
Salah satu perusahaan yang menahan pembiayaan kepada segmen kendaraan komersial atau kendaraan niaga ialah PT Pro Car International Finance (Procar Finance). Perusahaan yang fokus menyalurkan pembiayaan ke segmen mobil bekas dan kendaraan niaga itu melakukan perubahan strategi dengan memperluas pembiayaan ke segmen lainnya.
Direktur Utama Procar Finance Gusti Wira Susanto mengatakan perusahaan memutuskan menahan pembiayaan pada segmen kendaraan komersial lantaran menurunnya kemampuan finansial sejumlah debitur untuk melunasi cicilannya yang pada akhirnya berdampak kepada peningkatan rasio NPF perusahaan.
“Kami juga tahan pembiayaan ke segmen komersial untuk mencegah kenaikan ,” kata Gusti kepada Bisnis belum lama ini.
Menurutnya, keputusan itu berdampak pada realisasi pembiayaan yang disalurkan. Sampai dengan Agustus 2016, Procar Finance telah menyalurkan pembiayaan Rp500 miliar. Realisasi itu turun sebesar 30% jika dibandingkan angka pembiayaan pada periode yang sama tahun lalu.
Padahal, sepanjang tahun ini, perseroan menargetkan bisa membukukan pembiayaan Rp1,2 triliun atau tumbuh 20% dari realisasi tahun sebelumnya Rp1 triliun.
Guna mencapai target pembiayaan, Procar Finance mulai menyalurkan pembiayaan modal kerja dan investasi kepada para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor industri kreatif. Sepanjang 2016, perseroan menargetkan bisa menyalurkan pembiayaan kepada UMKM Rp50 miliar. Target pembiayaan di segmen itu meningkat signifikan dibandingkan tahun lalu yang hanya tercatat Rp2 miliar.
Strategi pengalihan pembiayaan juga dilakukan PT Mandiri Tunas Finance (MTF) yang mengurangi porsi pembiayaan segmen kendaraan komersial. Memburuknya kualitas kredit dari kendaraan komersial semakin membebani rasio NPF perseroan. Per Juni 2016, rasio kredit bermasalah bermasalah tercatat mencapai 1,28% atau meningkat jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu 1,10%.
Tak heran jika pada akhirnya perusahaan mengubah strategi dengan memacu pembiayaan pada kendaraan penumpang (passenger car). Direktur Pemasaran MTF Harjanto Tjitohardjojo menyebutkan pada awal tahun komposisi pembiayaan antara segmen kendaraan penumpang dengan kendaraan komersial masing-masing sebesar 55% dan 45%. Akan tetapi, pada pertengahan tahun ini porsi kendaraan komersial hanya tinggal 15%.
“Porsi pembiayaan kendaraan komersial bisa saja kembali kami tingkatkan kalau kualitas kreditnya sudah membaik,” ujar Harjanto.
Setali tiga uang dengan MTF, porsi pembiayaan kendaraan komersial PT Astra Credit Companies (ACC) juga menurun dari yang sebelumnya bisa mencapai kisaran 30% menjadi 25%.
Direktur Utama ACC Jodjana Jody mengatakan turunnya pembiayaan pada segmen kendaraan komersial disebabkan oleh berkurangnya pengajuan kredit untuk segmen tersebut. “Pasar komersialnya sedang turun, makanya porsi pembiayaan kendaraan komersial juga turun. Padahal biasanya porsinya bisa mencapai kisaran 30%,” ujarnya.
Dia memperkirakan, masih lesunya kinerja sektor komoditas menyebabkan beberapa perusahaan yang bergerak di sektor tersebut memilih untuk menahan pengajuan kredit untuk pembelian kendaraan operasional bisnisnya.
Disisi lain, Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) merevisi target pertumbuhan pembiayaan tahun ini dari yang semula bisa berada pada kisaran 5%—10% menjadi 3% atau maksimum 5%.
Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno mengatakan tidak hanya lesunya kinerja sektor komoditas saja yang menjadi latar belakang asosiasi merevisi target, melainkan juga menurunnya angka penjualan kendaraan bermotor dan menurunnya pembiayaan pada lini bisnis sewa guna usaha.
Sampai dengan triwulan ketiga tahun ini pun kinerja industri pembiayaan belum menunjukkan penguatan. Per Juli 2016, piutang industri pembiayaan hanya bertumbuh sebesar 0,34% secara year on year (yoy). Capaian itu bahkan lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya yang mencapai 0,8%.
“Kinerja multifinance memang masih tertekan, tetapi ada perbaikan di semester kedua tahun ini. Apalagi piutang pembiayaan multifinance pada Juni lalu juga mulai tumbuh,” kata Suwandi.