TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja Asosiasi Pilot Lion Group (SP-APLG) mengklarifikasi penundaan penerbangan yang dilakukan para pilot Lion Air pada 10 Mei 2016. Menurut Ketua SP-APLG, Eki Adriansjah, kejadian tersebut disebabkan keputusan untuk menunda terbang demi keselamatan penerbangan.
Eki menjelaskan, saat itu kondisi psikis dan emosi pilot sedang terganggu lantaran hak-hak pilot sebagai pekerja diabaikan oleh manajemen perusahaan. "Yang dilakukan adalah penundaan karena terganggunya kondisi emosi dan psikis pilot," kata Eki di kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Minggu, 7 Agustus 2016.
Eki menegaskan, penundaan penerbangan itu beralasan. Dasarnya adalah Konvensi ICAO Annex 6 yang telah diadopsi oleh Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Indonesia (CASR 121). Peraturan tersebut diadopsi Lion Air menjadi Operating Manual (OM).
Anggota SPAPLG, Hasan Basri, menjelaskan setiap pilot memiliki panduan tersebut. Menurut dia, panduan itu menjadi dasar penundaan terbang apabila kondisi psikis dan emosi tidak memungkinkan. "Kalau sedang emosi jangan terbang, tidak ada provokasi," ujarnya.
Pada 10 Mei 2016, pilot-pilot Lion Air mogok kerja dan mengakibatkan penundaan penerbangan. Mogok itu dipicu pembayaran uang transportasi untuk pilot yang telat. "Itu hanya satu dari rangkaian peristiwa yang menumpuk sehingga kami distrust dengan perusahaan," ucap Hasan.
Baca Juga:
Setelah peristiwa itu, manajemen Lion Air telah memecat 14 pilot. Direktur Umum Lion Air Edward Sirait menuturkan, 14 orang pilot itu bukan lagi pegawai Lion Air.
ARKHELAUS WISNU | BAGUS PRASETYO