TEMPO.CO, Pekalongan - Perajin batik di Pekalongan, Jawa Tengah, mengeluhkan produksi mereka turun gara-gara bencana rob yang masih melanda kota itu beberapa bulan terakhir ini. Salah seorang perajin batik, Haris Riyadi, mengatakan proses produksi batik terganggu lantaran tempat produksi yang lembab karena limpasan air laut. “Sudah dua bulan ini, sebelum bulan puasa,” kata Haris, Kamis 28 Juli 2016.
Dia yang menekuni batik tulis ini mengaku produksinya turun drastis akibat rob. Dalam sehari dia biasanya memproduksi 5-10 kodi, tapi saat ini hanya dua kodi. Menurut dia, tahapan produksi yang terganggu adalah proses pengeringan. Meski cuaca terik, tapi karena tempat pengeringan yang lembab membuat batik lebih lama kering.
Banjir rob juga mempengaruhi omzet penjualan batik. Saat lebaran kemarin, omzet terjun bebas. Pembeli enggan mampir ke sentra produksi lantaran wilayah tersebut tergenang rob. “Omzetnya turun 60 persen. Lebaran biasanya penjualan naik 150 persen, kemarin hanya 90 persen,” ujar Haris.
Akibat produksi yang menurun, banyak pelaku usaha batik terpaksa mengurangi karyawan. Menurutnya, sebagian perajin batik rumahan beralih profesi. Ada yang jadi tukang ojek, buruh, atau bahkan ada yang memilih sibuk membersihkan rumah setiap hari. “Ada juga yang memilih mencari air bersih untuk keperluan rumah tangga mereka,” kata Haris.
Nasib serupa juga dialami oleh Sodikin H.S., 40 tahun, perajin batik dari Kelurahan Pasirsari, Kecamatan Pekalongan Barat. Dia yang juga ketua Paguyuban Perajin Batik Serikat Batik Pasirsari (Serba Pas) ini mengatakan, produksi batik menurun sekitar 30 persen. Dalam kondisi normal (tanpa rob), dia bisa memproduksi batik 250 kodi per bulan. “Sudah beberapa bulan ini turun jadi 180-200 kodi per bulan,” kata dia.
Di paguyuban yang diketuai itu, setidaknya ada sekitar 100 pemilik usaha batik. Dari 100 pelaku usaha itu, bisa menyerap sekitar 2.500 orang karyawan. Untuk mengantisipasi pengurangan karyawan, mereka mengurangi jam kerja para karyawan. “Jam kerja yang biasanya enam hari dalam sepekan, dikurangi menjadi empat hari dalam sepekan,” ujar dia.
Sodikin juga mengaku kesulitan membatik di tahap pengeringan. Menurut dia, menjemur kain batik di atas genangan rob lebih sulit dan beresiko dibanding tempat yang kering. Karyawan harus memakai sepatu booth agar tidak mudah terserang penyakit. “Selain itu, resikonya juga lebih tinggi, karena kalau jatuh ke genangan bisa merusak batik.”
Berbeda dengan Haris, saat lebaran kemarin, dia mengaku kewalahan memenuhi permintaan yang meningkat tajam. Namun, lantaran produksi terganggu rob, dia tidak mampu memenuhi pesanan.
MUHAMMAD IRSYAM FAIZ