TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Indonesia (IPA) mendesak pemerintah segera meluncurkan insentif guna menahan laju resesi sektor hulu migas. Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong mengusulkan kebijakan pajak hulu migas berlaku secara khusus (lex specialis).
“Pada kondisi pasar seperti ini, Indonesia bersaing dengan negara lain untuk mendapatkan investasi yang semakin sulit. Kebijakan fiskal yang ditawarkan menjadi sangat penting ketika investor membandingkannya dengan peluang proyek di negara lain, terutama untuk proyek-proyek berisiko tinggi,” ujar Marjolijn melalui keterangan pers, Jumat, 13 Mei 2016.
Asosiasi meminta kebijakan pajak bisa memakai sistem post tax bassist. Artinya, besaran pajak tergabung dalam bagian migas (equity to be split) yang diterima pemerintah. Nantinya pemerintah menerapkan prinsip tanggungan dan pembebasan pajak lain (assumed dan discharged).
Selama ini, bagian migas pemerintah dan pajak terpisah dalam komponen masing-masing. Pengaturannya tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010. "Kami menghendaki prinsip ini dapat diterapkan untuk tahap eksplorasi dan produksi," tuturnya.
Pemerintah juga didesak menghapus semua pajak terkait dengan aktivitas eksplorasi. Pada tahap ini, diketahui kontraktor belum menerima keuntungan sama sekali. Risiko kegagalan proyek juga menjadi tanggungan kontraktor.
Apalagi, kata dia, peluang eksplorasi saat ini berada di Indonesia timur. Wilayah tersebut memiliki keterbatasan infrastruktur dan jasa pendukung. Akibatnya, pencarian cadangan migas menjadi mahal dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Stimulus lain yang diminta investor adalah kemudahan izin dan pembukaan akses data. “IPA mendesak pemerintah Indonesia segera memulai insentif eksplorasi dan menghapuskan hambatan-hambatan investasi untuk KKS baru dan KKS yang sedang berjalan,” ucapnya.
ROBBY IRFANY