TEMPO.CO, Yogyakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil mendesak pembangunan bandar udara di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, menjadi prioritas pembangunan di DIY pada tahun ini. Sebab, kebutuhan akan bandara internasional yang luas dan bisa memuat banyak maskapai dinilai cukup krusial.
“Bandara Kulon Progo harus jadi prioritas utama. Tahun ini harus sudah groundbreaking,” kata Sofyan saat menyampaikan sambutan pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah DIY 2017 di Hotel Royal Ambarrukmo Sleman, Senin, 7 Maret 2016.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional DIY Arie Yuwirin memaparkan hasil pengukuran lahan-lahan terdampak bandara. Hasilnya, ada pengurangan luas lahan dari 650 hektare, yang dicantumkan dalam izin penetapan lokasi (IPL) bandara, menjadi 587,270 hektare setelah pengukuran dilakukan pada Februari 2016.
“Bukan pengurangan tepatnya, tapi saat penentuan IPL, kan belum diukur secara kadastral (menyeluruh),” kata Arie.
Secara keseluruhan, hasil pengukuran lahan terdampak bandara meliputi luas sekelilingnya ialah 587,270 hektare, luas lahan milik Pakualaman 160,9 hektare, 3.444 bidang lahan, dan jumlah petani penggarap lahan ada 889 orang. Jumlah petani tersebut meliputi petani penggarap di lahan Pakualaman dan di lahan yang berstatus hak milik.
Arie juga mengklaim, lahan warga yang menolak pembangunan bandara, yang bergabung Wahana Tri Tunggal (WTT), juga telah diukur. Meski demikian, awalnya pengukuran terhadap lahan warga yang menolak bandara hanya berdasarkan ukuran yang tercantum dalam sertifikat lahannya. Sebab, warga WTT menolak lahannya diukur.
“Sudah diukur juga. Karena, meski punya sertifikat, harus ada klarifikasi pengukuran,” ujar Arie.
Saat ini PT Angkasa Pura I selaku pemrakarsa tengah melakukan proses pengadaan jasa appraisal dalam waktu 30 hari. Harapannya, pada April 2016, sudah ada penetapan penilaian ganti rugi. Sedangkan pada Mei 2016, pelaksanaan musyawarah untuk penetapan nilai ganti rugi akan diberikan.
Perwakilan Kadipaten Pakualaman, Bayudono, menyatakan hingga saat ini dia belum bisa memastikan berapa besaran nilai tali asih yang akan diberikan kepada para petani penggarap lahan Pakualaman. Alasannya, dia masih menunggu hasil appraisal.
Sedangkan salah satu tuntutan warga yang menyetujui pembangunan bandara secara bersyarat adalah meminta nilai ganti rugi yang layak bagi petani penggarap. Sedangkan tuntutan lainnya adalah adanya relokasi gratis. “Lahan Pakualaman dinilai berapa saja, kami belum tahu,” kata Bayudono.
PITO AGUSTIN RUDIANA