TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan bekerja salam mengawasi alat ukur, takar, dan timbangan fasilitas distribusi bahan bakar minyak (BBM). "Ini kerja sama pertama kali. Pedoman teknis sudah kami buat," ujar Kepala Badan Pengatur Andy Noorsaman Sommeng, Selasa, 16 Februari 2016.
Selama ini, menurut Andi, banyak penyalur bahan bakar minyak yang melakukan penyimpangan sehingga mengakibatkan kerugian bagi konsumen. Apalagi sebagian bahan bakar bersubsidi seperti solar dan minyak tanah perlu diawasi penetapan volumenya.
Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Perdagangan Widodo mengatakan selama ini banyak oknum yang melakukan penyimpangan distribusi BBM. Modusnya seperti meletakkan jeriken ke dalam tangki (dari truk tangki) sehingga BBM tidak seluruhnya terdistribusi ke SPBU. "Pemilik SPBU sering mengeluhkan kurangnya BBM yang diterima dari tangki ukur mobil," ujar Widodo.
Baca: Banjir Riau, 3 Bulan ke Depan Kampar Terancam Krisis Pangan
Sementara di tahap SPBU, menurut survei Kementerian, penyimpangan terjadi paling banyak di kawasan Pantai Utara Jawa. Dari seluruh SPBU di sepanjang Pantura, 30 persennya, menurut Widodo, melakukan penyimpangan.
Widodo yakin penyimpangan serupa bisa terjadi di daerah lain. "Karena keterbatasan sumber daya di dinas perdagangan setempat, pengawasan distribusi belum optimal."
Pengawasan dilakukan di tiga tahap, yakni pompa air ukur di depo penyimpanan BBM, dan tangki ukur mobil yang mengirim BBM dari depo ke SPBU. Pengawasan juga mencakup volume BBM yang mengalir dari SPBU ke konsumen.
"Nanti pengawasan di daerah akan kami uji coba secara random. Jika ketemu polanya, baru di seluruh daerah," Widodo berujar.
Jika penyalur BBM terbukti melakukan penyimpangan, Kemendag bakal memberi sanksi berupa teguran dan penundaan sertifikat uji tera. Apabila mereka masih melanggar, Widodo mengancam membawa masalah ini ke penegak hukum.
ROBBY IRFANY