TEMPO.CO, Jakarta -Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi atau BPH Migas tengah merevisi Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2015 tentang Penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) dan Jenis Bahan Khusus Penugasan pada Daerah yang Belum Terdapat Penyalur. Revisi ini bermaksud memudahkan masyarakat mendapatkan BBM subsidi. Khususnya untuk masyarakat yang tinggal di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).
“Pada saat suatu daerah tidak bisa dibangun penyalur atau tidak ada investor yang berminat, sub penyalur adalah salah satu alternatif solusi untuk memudahkan masyarakat mendapatkan JBT atau BBM subsidi dan JBKP atau BBM kompensasi,” kata Kepala BPH Migas Erika Retnowati dalam keterangan resmi yang dikutip pada Ahad, 25 Februari 2024.
Kondisi tersebut, kata erika, dia temukan dalam beberapa kunjungan kerja ke berbagai daerah. Terutama di wilayah kepulauan yang belum terdapat penyalur. Menurut dia, masyarakat di kepulauan dan jauh dari penyalur sangat kesulitan mendapatkan BBM.
“Kadang-kadang mereka berinisiatif untuk bersama-sama mengambil BBM di satu tempat, kemudian dibawa dengan jerigen-jerigen. Namun di tengah jalan, mereka diberhentikan dan berurusan dengan aparat penegak hukum, karena memang kita belum mengaturnya."
Adapun poin revisi Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2015 tersebut, seperti definisi sub penyalur, prosedur penunjukkan dan penetapan sub penyalur. Selain itu, juga format pembinaan dan pengawasan, lokasi pendirian sub penyalur, alokasi volume kebutuhan masing-masing konsumen pengguna, hingga penetapan sanksi.
Melalui revisi aturan ini, Erika berharap masyarakat yang membutuhkan BBM subsidi dan kompensasi bisa menikmatinya dengan lebih mudah.
Erika menjelaskan, sub penyalur bukanlah kegiatan usaha hilir migas, melainkan perwakilan kelompok konsumen pengguna BBM subsidi dan kompensasi pada kecamatan yang tidak ada penyalur. Tugasnya menyalurkan BBM subsidi dan kompensasi, hanya kepada anggotanya dengan kriteria yang ditetapkan oleh BPH Migas dan bukan untuk mencari keuntungan. Mekanisme penyalurannya pun tertutup, tidak terdapat jual beli, serta ongkos angkutnya ditetapkan Bupati.
Ketentuannya diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. “Sub penyalur itu bukan pengusaha atau pengecer. Jangan dipersepsikan bahwa sub penyalur merupakan pengecer yang dilegalkan. Bukan seperti itu," tutur Erika.
Sub penyalur adalah perwakilan sekelompok orang atau konsumen pengguna sesuai dengan, yang ditugaskan untuk mengurus atau mengambilkan BBM subsidi atau kompensasi yang menjadi haknya,” jelasnya.
Anggota Komite BPH Migas Abdul Halim meminta agar instansi terkait dan pemerintah daerah segera memberikan masukan agar aturan ini dapat segera diberlakukan. Dia menjelaskan, public hearing terkait sub penyalur ini telah dua kali dilaksanakan.
“Diharapkan instansi terkait serta pemerintah daerah dapat memberikan dukungan. Masukan dapat segera disampaikan agar aturan dapat segera diimplementasikan,” ujarnya.
Pilihan Editor: Basuki Hadimuljono Dikabarkan Tak Masuk Kabinet Prabowo, Pengamat Ungkap Kriteria Menteri PUPR Berikutnya