TEMPO.CO, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Mereka mendapat dukungan dari Serikat Buruh Internasional (International Trade Union Confederation/ITUC).
"Kebijakan upah murah tidak tepat sasaran akibatnya daya beli makin turun," kata Presiden KSPI Said Iqbal di Hotel Sari Pan Pacific, Kamis, 4 Februari 2016.
Sekretaris Jenderal ITUC Sharan Burrow menyatakan buruh harus dilibatkan dalam penentuan upah minimum. "Pemerintah Indonesia seharusnya menyadari pentingnya melibatkan buruh dalam negosiasi upah. Tanpa upah layak untuk buruh, ekonomi tak akan tumbuh," ujarnya.
Burrow menyatakan upah rendah itu menjadikan pemiskinan secara struktural di Indonesia. "Bahkan upah di sini berbeda US$ 100 dengan daerah terpencil di Tiongkok. Itu menunjukkan ada sesuatu yang salah," tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menandatangani PP Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Dalam beleid ini, formulasi upah minimum nantinya akan dihitung hanya sekadar angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang dikeluarkan lembaga pemerintah (BPS) tanpa survei harga-harga kebutuhan pokok setiap tahun yang menjadi patokan komponen hidup layak.
Dengan PP ini, kewenangan dewan pengupahan pun sebatas melakukan peninjauan kebutuhan hidup layak berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang penetapan komponen dan jenisnya.
PINGIT ARIA