TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti Soetiono mengatakan edukasi OJK di bidang literasi dan inklusi keuangan ditargetkan naik 5 persen pada tahun ini. “Tahun 2016 indeks kinerja utama dipatok 5 persen inklusi, itu berat,” kata Kusumaningtuti di kantornya, Selasa, 12 Januari 2016.
Salah satu keberhasilan dari program literasi dan inklusi keuangan terlihat dari jumlah peningkatan masyarakat yang memiliki rekening di lembaga keuangan. Tahun lalu, Kusumaningtuti menilai inklusi keuangan OJK melampaui target, yaitu sekitar 4 persen lebih.
Menurut Kusumaningtuti, pencapaian target inklusi keuangan itu didukung dengan iklan layanan masyarakat di 20 kota di Indonesia dalam bentuk Simpanan Pelajar (Simpel) maupun Laku Pandai.
Selain itu, Kusumaningtuti berujar, layanan mobil edukasi keuangan (Simolek) menjadi 41 unit. “Semua Kantor OJK di daerah sudah ada Simolek.”
Sasaran utama dari program edukasi di OJK adalah usia produktif mulai 15 hingga 65 tahun. Selain indikator peningkatan jumlah rekening, inklusi dapat dilihat dari banyaknya masyarakat berinvestasi, memiliki asuransi, atau reksadana. Sementara itu, untuk program literasi OJK, masih belum bisa diukur. “Literasi tidak bisa diukur tahunan karena diadakan survei 3 tahun sekali,” tuturnya.
Literasi adalah pemahaman perihal jasa layanan keuangan dan lembaga-lembaga keuangan. Pada strategi OJK, hasil program literasi baru terlihat dari hasil survei akhir 2016. Tahun 2013, Kusumaningtuti mengatakan hasil literasi (pemahaman keuangan) mencapai angka 21,8 persen dengan survei di 20 provinsi sebanyak 8.000 responden.
Tahun ini OJK akan menerapkan survei sesuai dengan standar yang dilakukan Bank Dunia. Sebab, OJK ingin hasil survei bisa dibandingkan dengan negara lain yang mengikuti ketentuan survei Bank Dunia.
DANANG FIRMANTO