TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan dana ketahanan energi (DKE) yang dipungut dari pembeli bahan bakar minyak (BBM) digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrasturktur yang dimaksud adalah mencari energi baru terbarukan di luar energi fosil.
"Semuanya itu pokoknya dana untuk energi terbarukan," kata Kalla di kantornya, Selasa, 29 Desember 2015. "Contohnya begini, energi terbarukan itu bio diesel, tapi harganya tidak disubsidi lagi. Nah, energi itu termasuk terbarukan."
Kalla memastikan nantinya dana ketahanan energi tak akan digunakan untuk sektor lain. Hasil pungutan dari pembelian premium Rp 200 per liter dan solar Rp 300 per liter dikhususkan hanya untuk ketahanan energi dan pembangunan infrastruktur yang berkaitan dengan eksplorasi energi baru terbarukan.
Kebijakan ini diumumkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said pada Rabu, 23 Desember lalu. Hal ini diumumkan bersamaan dengan pemberlakuan harga baru BBM. Untuk luar Jawa, Madura, dan Bali, harga premium dari Rp 7.300 menjadi Rp 7.150 per liter. Untuk wilayah Jawa, Madura, dan Bali, harganya menjadi Rp 7.250 per liter. Harga tersebut sudah termasuk pungutan dana ketahanan energi.
Adapun harga solar yang sebelumnya Rp 6.700 turun menjadi Rp 5.950 per liter. Dana ketahanan energi yang diambil dari bahan bakar jenis solar sebesar Rp 300 per liter. Harga ini berlaku di semua wilayah Indonesia. Harga kedua jenis BBM tersebut akan berlaku per 5 Januari 2016.
Kebijakan itu menimbulkan kritik karena dasar hukum yang dipakai adalah Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi. Sejumlah kalangan menyebut pijakan undang-undang itu tidak mengatur pungutan dana ketahanan energi sehingga tidak kuat dijadikan dasar hukum.
REZA ADITYA