TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) memprediksi fenomena alam El Nino atau cuaca ekstrem panas akan menurunkan produksi padi sekitar sejuta ton gabah kering giling (GKG).
Kepala Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian, Balitbangtan, Kementan, Dedi Nurhamsyah, di Jakarta, Selasa, 30 Juni 2015 menyatakan bahwa Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan pada tahun ini Indonesia akan mengalami gejala alam El Nino dalam skala moderat.
Dampak fenomena alam tersebut terhadap sektor pertanian adalah akan ada 222.847 hektar lahan sawah irigasi yang kekeringan dari total sembilan juta hektare.
"Dari 222.847 hektare sawah irigasi tersebut potensi kehilangan produksi lima ton per hektare. Artinya, kita akan kehilangan panen lebih dari sejuta ton," katanya.
Namun demikian, menurut Dedi, hal itu tidak akan mengganggu target produksi padi tahun ini senilai 73 juta ton gabah kering giling karena Indonesia masih memiliki lahan rawa yang berpotensi panen seluas lahan 509.000 hektare dengan produktivitas empat hingga lima ton per hektare atau mencapai 2,2 juta ton GKG.
Dedi menyatakan di satu sisi El Nino mengakibatkan kekeringan, tetapi di sisi lain justru membawa potensi berkah bagi lahan rawa, seperti di Kalimantan Selatan yang diuntungkan karena rawa yang tadinya basah dan kini bisa ditanami.
"Lahan rawa justru saat El Nino produktivitasnya naik dan luas lahannya bertambah," katanya.
Data Balitbangtan Kementan, lahan pertanian yang akan terkena El Nino lemah seluas 207.778 hektare, moderat seluas 222.847 hektare, dan El Nino kuat 227.000 hektare.
Kepala Balitbangtan Kementan Muhammad Syakir mengatakan Indonesia memiliki 34 juta hektare lebih lahan rawa yang bisa menjadi tambahan area pertanian, khususnya persawahan padi.
"Saat ini persawahan padi yang hanya sembilan juta hektar. Itu pun tak seluruhnya bisa dimanfaatkan maksimal," katanya.
Menurut dia, lahan rawa tersebut tersebar di 17 provinsi, seperti Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Riau, dan Jambi.
Dari 34,3 juta hektare lahan rawa itu, ia menilai sekitar 19,99 juta hektare (57,24 persen) merupakan lahan potensial untuk pertanian baik pada lahan area penggunaan lain (APL) maupun pada kawasan hutan produksi (HP) dan hutan produksi konversi (HPK).
"Sisanya sekitar 14,93 juta hektare tidak potensial untuk pertanian yang sebagian besar terdapat di kawasan hutan," kata Syakir.
Berdasarkan hasil analisis potensi lahan, sekitar 3,17 juta hektare (15,84 persen) potensial untuk tanaman hortikultura dataran rendah, seperti sayuran maupun buah-buahan dan atau tanaman tahunan, seperti kelapa sawit dan karet.
Sedangkan sekitar 1,84 juta hektare (9,20 persen) potensial untuk tanaman tahunan di lahan gambut.