TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang Ramadan dan Idul Fitri, beberapa komoditas kebutuhan bahan pokok mulai merangkak naik. Kementerian Perdagangan harus lebih aktif mencermati terjadinya fluktuasi harga-harga tersebut.
Menurut Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan, fluktuasi beberapa harga-harga komoditas patut diduga karena praktek kecurangan, permainan harga komoditas oleh pihak-pihak yang mencari keuntungan secara tidak wajar, dan importasi komoditas secara ilegal. "Tiga faktor ini telah mendistorsi pasar domestik, sehingga tidak berjalan secara efisien," kata Heri di Jakarta, Senin, 1 Juni 2015.
Dia meyebut informasi hasil investigasi Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), bawang merah impor ilegal sudah masuk ke pasar-pasar induk di Jabodetabek. Modusnya melalui kendaraan roda empat ukuran kecil agar lolos dari pengawasan Badan Pengelola Pekerja Bongkar Muat, seperti di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Tanah Tinggi, dan Cibitung serta di Pasar Minggu. Berdasarkan pengakuan para pedagang, bawang merah bisa masuk dengan mudah dari Filipina melalui Medan, Sumatera Utara.
"Deretan kasus-kasus tersebut sudah cukup menjadi alasan bahwa pemerintah lemah dalam melakukan pengawasan dan pengusutan importasi komoditas ilegal dalam menjaga keamanan perdagangan dalam negeri yang berpotensi mendistorsi pasar domestik. Ujungnya, pasar harga-harga terus berfluktuasi yang secara nyata telah merugikan pelaku usaha lokal," kata Heri.
Ia juga menilai pemerintah sepertinya tidak siap dalam merespon praktek kecurangan, permainan harga, dan importasi komoditas ilegal. Dari aspek kebijakan, Kementerian Perdagangan tidak memiliki prosedur teknis dalam rangka mengantisipasi “rembesan” komoditas ilegal di pasar-pasar tradisional.
"Padahal, praktek-praktek tersebut sudah berlangsung cukup lama dengan modus yang relatif sama," ujar politikus Partai Gerindra itu.
Jika mau jujur, stabilitas dan efisiensi pasar domestik bisa terwujud jika pemerintah bekerja keras secara sinergi dan sistematis berdasarkan landasan peraturan yang kuat.
"Namun Undang-Undang Nomor 7 tentang Perdagangan yang disahkan sejak 2014, yang menugaskan pemerintah untuk mengamankan perdagangan dari praktek-praktie tidak terpuji, belum disempurnakan dalam peraturan teknis yang berfungsi sebagai buffer yang mampu mengamankan pasar domestik dari distorsi," ujar Heri.
ANTARA