TEMPO.CO, Dobo - Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kabupaten Aru, Maluku, menyatakan siap mencabut semua izin perdagangan yang dimiliki PT Pusaka Benjina Resources (PBR). Pencabutan ini antara lain menyasar izin penjualan hasil laut dan es batu PT PBR.
"Saya baru tahu sekarang kalau PBR masih menjual es batu," ujar Kepala Dinas Koperasi Aru Rudhy Siwabessi di Dobo, Senin, 18 Mei 2015. Tapi Rudhy menolak jika disebut lalai lantaran belum mencabut izin perdagangan PBR hingga hari ini.
Menurut Rudhy, pencabutan terhadap izin PBR belum dilakukan karena proses hukum masih berjalan. PBR juga tak mungkin memperdagangkan hasil laut karena terbentur kebijakan moratorium.
Rudhy mengaku belum mendapat arahan dari Bupati Maluku, Kementerian Perdagangan, ataupun Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk membekukan izin perdagangan PT PBR. Padahal, surat izin usaha perdagangan (SIUP) dan izin prinsip PBR sudah resmi dicabut oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Riau Butand Jala mengatakan instansinya tak mengurusi perizinan PBR. Sebab, dalam birokrasi seputar kelautan dan perikanan, perizinan usaha perdagangan perusahaan besar ditangani pusat. "SIUPP PBR senilai Rp 20 miliar," katanya.
Pengawas PBR, Wahyu Setyojatmiko, sebelumnya mengatakan perusahaannya mematuhi moratorium perizinan kapal penangkap ikan yang ditetapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tapi PBR masih memproduksi es batu nelayan. "Sebanyak 108 ton tiga hari sekali," ujar Wahyu di kantor Benjina, Ahad, 18 Mei 2015. Ia menjelaskan, jumlah 108 ton itu sama dengan 900 balok ukuran 20 kilogram. Harganya Rp 700 per balok.
Tapi, Wahyu berkilah, PBR telah menyetop produksi es batu belum lama ini. Sebab warga yang ingin membeli es dihadang oleh anggota TNI Angkatan Laut yang rutin berpatroli. "Toh, kami hanya dicekal menangkap ikan dan punya izin dari Dinas Koperasi untuk menjual es," katanya.
ANDI RUSLI