TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengatakan kondisi dunia masih sarat
dengan ketidakadilan dan ketidakseimbangan. Contohnya kesenjangan sosial antara negara kaya dan miskin. Ketidakadilan global, kata dia, masih dirasakan sekelompok negara yang belum diakui negara-negara global lain.
Menurut Presiden Jokowi, negara-negara di kawasan Asia-Afrika harus membangun tatanan ekonomi dunia baru yang terbuka untuk kekuatan-kekuatan ekonomi baru. Jokowi mendesak dibukanya reformasi arsitektur keuangan global untuk menghilangkan dominasi kepentingan negara atas warga negara lain.
Asia-Afrika harus bisa lepas dari ketergantungan pada institusi keuangan global. "Pandangan yang mengatakan persoalan ekonomi dunia hanya bisa diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF (International Monetary Fund), dan ADB (Asian Development Bank) adalah pandangan usang yang perlu dibuang," kata Jokowi saat membuka Konferensi Asia-Afrika di Jakarta Convention Center di Senayan, Rabu, 22 April 2015.
Jokowi mengatakan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi baru sedang bangkit dan siap memainkan peran global demi tujuan positif. Untuk itu, Indonesia siap bekerja sama dengan semua pihak untuk mewujudkan cita-cita yang mulia itu. "Kita berdiri sejajar sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Kita bisa melakukan itu semua dengan membumikan semangat Bandung," katanya.
Jokowi juga mengajak semua bangsa mengatasi ancaman kekerasan, pertikaian, dan radikalisme. Presiden dengan terbuka menyebut ISIS sebagai contoh ancaman kekerasan dan radikalisme. Selain itu, dia menyerukan perang terhadap narkoba yang menghancurkan masa depan generasi bangsa.
"Karena itu, Indonesia memprakarsai pertemuan informal negara-negara Asia-Afrika," tutur Jokowi. Jokowi optimistis masa depan dunia berada di negara-negara di sekitar garis ekuator dan di dalam dua benua, yakni Asia-Afrika.
Setelah memberikan pidato pembukaan KAA, Jokowi dan para kepala negara memasuki acara coffee break. Selanjutnya, konferensi dilanjutkan di ruang plenary session. Pada pukul 13.00, Presiden Jokowi akan memulai serangkaian pertemuan bilateral antara lain dengan Cina, Jepang, Yordania, dan Organisasi Kerja Sama Islam.
ALI HIDAYAT