TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan nota kesepahaman antara Indonesia dan Cina untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung baru sebatas studi kelayakan proyek.
Studi itu untuk melanjutkan studi sejenis yang sudah pernah direncanakan ketika Jepang menawarkan proyek kereta cepat Shinkansen saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Dengan begitu, kami bisa tahu mana yang lebih menguntungkan," ucap Sofyan di kantornya, Jakarta, Senin, 30 Maret 2015.
Menurut Sofyan, dengan studi yang digarap bersama Cina itu, pemerintah bisa segera memutuskan nasib rencana proyek kereta cepat Jakarta-Bandung pada tahun ini. Tapi belum tentu pemerintah akan menggandeng Cina untuk merealisasikan proyek itu. "Dalam waktu dekat, akan diputuskan siapa yang membangun," tutur Sofyan.
Sebelumnya, pemerintah era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah ditawari Jepang menggarap proyek kereta cepat ini. Saat itu Jepang menawarkan hibah senilai US$ 15 juta atau sekitar Rp 150 miliar dalam dua tahun untuk keperluan studi kelayakan. Namun Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung menolak tawaran itu karena Jepang ingin terlibat juga dalam pembiayaan kereta Shinkansen.
Sementara itu, pada awal pemerintahannya, Presiden Joko Widodo sempat menegaskan akan fokus pada proyek kereta luar Jawa dulu dan menunda rencana proyek kereta cepat. Tapi, saat melakukan kunjungan bilateral ke Cina beberapa hari lalu, rombongan Presiden Jokowi telah menandatangani nota kesepahaman dengan Cina untuk mempersiapkan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno menandatangani nota kesepahaman dengan Komisi Nasional Pembangunan dan Reformasi Cina terkait dengan proyek tersebut.
KHAIRUL ANAM