TEMPO.CO, Jakarta - PT Freeport Indonesia meminta kepastian perpanjangan kontrak karya di wilayah kerjanya di Papua. Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik B. Soetjipto mengatakan lama waktu perpanjangan semestinya sesuai dengan peraturan pemerintah, yaitu 2 x 10 tahun.
"Aturan pemerintahnya bagaimana, kan 2 x 10 tahun, ya begitu," ujarnya seusai pertemuan dengan pemerintah di gedung Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara, Selasa, 6 Januari 2015.
Dengan perpanjangan 2 x 10 tahun, artinya, perpanjangan kontrak ketiga bagi Freeport ini bakal sampai tahun 2041. Sebab, masa kontrak Freeport yang telah diperpanjang dua kali mulai 1967 akan berakhir pada 2021. (Baca: Amandemen Kontrak Freeport, BKPM Beri Masukan Ini )
Menurut Rozik, perusahaan bertahan meminta kepastian perpanjangan kontrak karena telah mengeluarkan investasi untuk pembangunan unit pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) sebesar US$ 2,3 miliar. Selain itu, meski kontrak kedua sebentar lagi akan habis, Freeport tetap melakukan eksploitasi tambang bawah tanah (underground) senilai US$ 9,5 miliar.
Rencananya, Freeport akan menutup tambang terbuka Grasberg seusai 2017. Setelah itu, yang akan beroperasi hanya blok bawah tanah, seperti tambang Deep Ore Zone (DOZ), Big Gossan, Grasberg Block Cave, serta Deep Mill Level Zone. Pada tahun tersebut, Freeport juga sudah harus merampungkan konstruksi dan mengoperasikan smelter berkapasitas 400.000 ton copper cathode per tahun. (Baca: Tak Bangun Smelter, Ekspor Freeport Bakal Ditunda)
Jika pemerintah memenuhi permintaan Freeport, nantinya, kontrak perusahaan asal AS itu akan berubah bentuk menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Pola konsesi ini mengikuti ketentuan perundangan baru, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 yang menyebutkan perpanjangan baru akan diberikan dua tahun sebelum masa kontrak habis.
AYU PRIMA SANDI
Terpopuler:
Sangat Berani, Tim SAR Indonesia Dikagumi Amerika
Ini Alasan Johan Mundur sebagai Juru Bicara KPK
Jonan Selidiki Pejabat 'Penjual' Izin Air Asia
Kata Lukman Sardi Jika Wiranto Danai 'Di Balik 98'
Riset BMKG: Air Asia Jatuh karena Mesin Beku