TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan bank sentral Cina memangkas suku bunga mendorong penguatan kurs rupiah dan sebagian mata uang regional. Kebijakan yang dinilai investor bakal mendukung kinerja pertumbuhan perekonomian global dan masuknya aliran dana asing itu mendorong investor kembali mengakumulasi aset-aset di negara berkembang. (Baca juga: Jepang Resesi, Kurs Rupiah Stagnan)
Walhasil, rupiah cenderung bergerak menguat sepanjang perdagangan Senin, 24 November 2014, meski akhirnya melemah 6,5 poin (0,05 persen) pada level 12.153 per dolar AS. Permintaan dolar yang tinggi menjelang akhir bulan membuat pergerakan rupiah kembali mengacu pada aspek fundamental ekonomi.
Baca Juga:
Analis dari Platon Niaga Berjaga, Lukman Leong, mengatakan pergerakan rupiah dipengaruhi oleh keputusan mengejutkan dari bank sentral Cina. Sebab, dengan suku bunga pinjaman 1 tahun yang turun ke level 5,6 persen dan suku bunga deposito 1 tahun yang dipangkas menjadi 2,75 persen, investor yakin kondisi perekonomian Cina yang cenderung memburuk belakangan bakal lebih baik. “Pemangkasan suku bunga Cina berhasil membangun harapan investor,” kata Lukman. (Baca: Kurs Rupiah Diperkirakan Masih Cerah)
Meski demikian, menurut Lukman, pergerakan rupiah masih akan terus fluktuatif pada pekan ini sesuai dengan hasil pertemuan negara-negara produsen minyak (OPEC) pada 27 November 2014. Bila pemangkasan kuota produksi jadi dilakukan, mata uang regional berpeluang terus menguat. “Laju positif rupiah bergantung pada keputusan OPEC nanti,” kata dia.
Hari ini, Selasa, 25 November 2014, rupiah diperkirakan bergerak terbatas pada level 12.100-12.200 per dolar AS. Perdagangan agresif rupiah oleh investor, menurut Lukman, masih harus menunggu publikasi data ekonomi pada awal bulan depan.
MEGEL JEKSON
Berita Terpopuler
Salip Paus, Jokowi Masuk 10 Besar Voting TIME
Pimpinan DPR Ini Tak Mau Teken Interpelasi Jokowi
Pembunuh Sri, Jean Alter Incar Tante Kesepian?