TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro mengatakan salah satu cara untuk mencapai swasembada daging sapi adalah meningkatkan populasi sapi. Populasi sapi bisa dikerek dengan melestarikan sapi betina produktif. Sayangnya penyembelihan sapi betina produktif masih marak di sejumlah daerah.
"Mahalnya harga daging membuat beberapa pihak tetap menyembelih sapi betina produktif, padahal ini dilarang," katanya kepada Tempo di Kantor Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta, Senin, 20 Oktober 2014. (Baca: KPK: Ada Indikasi Mafia Sapi di NTT)
Larangan penyembelihan baru diikuti oleh dua provinsi, yaitu Jawa Timur dan Bengkulu. Kedua pemerintah daerah tersebut menerbitkan peraturan daerah yang melarang keras penyembelihan sapi betina produktif. "Sanksinya pidana," kata Syukur. Syukur memuji Wali Kota dan Bupati Malang yang berkomitmen kuat menekan angka penyembelihan sapi betina. "Di Kota dan Kabupaten Malang, penyembelihan sapi betina nol." (Lihat: Pemerintah Klaim Capai Swasembada Sapi Jantan)
Adapun dua provinsi, yaitu Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, sedang memproses penerbitan peraturan daerah yang melarang penyembelihan sapi betina. NTB dan NTT merupakan provinsi di luar Jawa yang menjadi sentra peternakan sapi.
Syukur mengatakan sapi betina disebut produktif jika belum melahirkan anak sampai tiga-empat anak untuk sapi indukan, bakalan, dan potong, serta sepuluh anak untuk sapi betina bibit. Penyembelihan sapi produktif mengancam populasi sapi nasional, salah satunya mengakibatkan produksi susu sapi menurun. Badan Pusat Statistik mencatat jumlah populasi sapi nasional mencapai 14 juta ekor. Jumlah ini diragukan bisa memenuhi kebutuhan daging nasional.
AKBAR TRI KURNIAWAN
Berita Lain:
Kabinet Kerja Diisi 8 Perempuan dan 26 Pria
Jokowi Persilakan Menteri Jonan Tidur di Kapal
Indroyono: Maritim Jadi Andalan Presiden Jokowi
Cara JK Mengimbangi Langkah Cepat Jokowi