TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) telah memantau transaksi mencurigakan dari kelompok mafia penjualan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi ilegal di Batam sejak 2008. Transaksi tersebut terpantau pertama kali dari rekening milik pegawai negeri di Batam bernama Niwen Khairiah dengan total Rp 1,3 triliun.
Menurut Kepala PPATK Muhammad Yusuf, peredaran uang oleh kelompok tersebut cukup besar dan menggunakan valuta dolar Singapura. Menurut Yusuf, penggunaan dolar Singapura tidak lazim. Hal lain yang membuat PPATK curiga adalah pemilik rekening berstatus pegawai negeri sipil. "Ini kan tidak mungkin," ujarnya dalam konferensi pers di kantornya, Senin, 8 September 2014. (Baca: Rekening Gendut PNS Batam dari Jualan BBM Curian)
PPATK lantas menelisik aliran dana tersebut dan menemukan beberapa fakta. Yusuf menuturkan dana tersebut mengalir ke bank-bank di dalam negeri dan dikonversi ke dalam rupiah. Dalam bentuk rupiah, dana dari Niwen masuk ke rekening Ahmad Mahbub (AM). (Baca juga: PNS Pemilik Rp 1,3 T Diduga Setor ke Perwira TNI)
Ahmad Mahbub ditangkap Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia pada Ahad, 7 September 2014, pukul 00.15 WIB. Menurut Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Kamil Razak, Mahbub ditangkap di Hotel Crown, Jalan Gatot Subroto. "Ketika itu, dia sedang sendirian di lobi hotel," kata Kamil. (Baca: PNS Pemilik Rp 1,3 T Diduga Setor ke Perwira TNI)
Menurut Kamil, penangkapan Mahbub bermula dari laporan hasil akhir (LHA) PPATK atas sejumlah transaksi mencurigakan. PPATK menemukan uang Rp 1,3 triliun di rekening milik Niwen Khairiah. "Dari penyelidikan mendalam diketahui uang tersebut hasil dari tindak pidana korupsi dan penjualan BBM ilegal," ujarnya.
AYU PRIMA SANDI
Topik terhangat:
Koalisi Jokowi-JK|Jero Wacik|Polisi Narkoba|ISIS|BBM Subsidi
Berita terpopuler lainnya:
Megawati: Saya Bisa Ngamuk Lho!
Tim Transisi Akui Ada Anggota Gadungan
Jokowi: Saya Jangan Diisolasi dari Rakyat
Kalla: Wajar SBY Kritik Tim Transisi