TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan mengatakan akan menghentikan sementara pembahasan rencana penggabungan usaha (merger) antara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk dan PT Pertamina Gas. Pembahasan dihentikan karena isu merger dianggap telah mengganggu semua pihak. "Saya hentikan dulu pembicaraan itu karena keburu bocor dan mengganggu semua pihak," ujarnya seusai peresmian sambungan pipa baru PGN di Perumnas Klender, Jakarta Timur, Selasa, 25 Maret 2014.
Meski begitu, Dahlan tidak merinci siapa saja pihak yang terganggu oleh isu merger PGN-Pertagas. Dia juga tidak menjelaskan kapan pembahasan merger kedua perusahaan akan kembali dibuka. (Baca juga : Akuisisi PGN-Pertamina, Dicari Opsi Terbaik)
Pada pertengahan Januari lalu, santer beredar bocoran risalah rapat yang dilaksanakan di Kementerian BUMN pada 7 Januari. Dalam risalah tersebut, Deputi Kementerian BUMN Dwiyanti Tjahjaningsih, Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, dan Komisaris Utama Pertamina Sugiharto termasuk di antara pejabat yang hadir dalam rapat. Hadir pula sejumlah komisaris Pertamina, antara lain Bambang Brodjonegoro, Edy Hermantoro, dan Mahmuddin Yasin serta sejumlah direktur Pertamina, seperti Hari Karyuliarto dan Hanung Budya.
Dalam risalah rapat, Pertamina menyatakan penyatuan Pertagas dengan PGN merupakan langkah terbaik. Skenario yang diinginkan Pertamina adalah menggabungkan anak perusahaannya, Pertagas, dengan PGN dan selanjutnya hasil merger menjadi anak perusahaan Pertamina. (Lihat juga : Dahlan Yakin Isu Akuisisi Tak Tekan Saham PGN)
Komposisi saham perusahaan hasil merger Pertagas-PGN adalah Pertamina mendapat 30-38 persen sebagai hasil konversi 100 persen saham Pertamina di Pertagas. Kemudian pemerintah selaku pemegang 57 persen saham mayoritas PGN bakal memiliki saham 36-40 persen. Publik yang menguasai 43 persen saham PGN akan memiliki 26-30 persen saham di perusahaan hasil merger Pertagas-PGN tersebut.
Jika hak kepemilikan saham pemerintah sebesar 36-40 persen dikuasakan ke Pertamina, maka Pertamina akan menjadi pemegang saham mayoritas sekaligus pengendali perusahaan hasil merger dengan porsi 70-74 persen. Pertamina menilai penyatuan Pertagas-PGN akan memberikan tambahan keuntungan bagi negara sebesar US$ 2-3 miliar per tahun dari pengurangan biaya bahan bakar pembangkit, dampak terhadap produk domestik bruto, pengurangan subsidi, serta peningkatan pajak dan dividen.
Keuntungan merger lainnya adalah memangkas biaya pengembangan aset di sektor hulu migas dan menciptakan lapangan bagi 4.000 tenaga kerja.
Empat opsi yang disiapkan dalam merger PGN-Pertagas di antaranya Pertagas mengakuisisi saham PGN, baik sebagian atau seluruhnya melalui program privatisasi, serta harus melalui persetujuan DPR dan rekomendasi Menteri Keuangan. Opsi kedua, Pertagas mengakuisisi PGN dengan tukar guling (swap) saham. Mekanismenya melalui program privatisasi dan harus persetujuan DPR serta rekomendasi Menteri Keuangan. (Berita terkait : Merger PGN dan Pertagas Dinilai Strategis)
Opsi ketiga, PGN mengakuisisi Pertagas. Mekanismenya melalui izin rapat umum pemegang saham Pertamina dan bukan privatisasi, namun memerlukan valuasi. Jika Pertamina mendapatkan dana dari penjualan saham Pertagas maka dana tersebut akan digunakan Pertamina untuk berekspansi di sektor hulu migas. Sedangkan opsi keempat, pemerintah menambah saham di PGN dengan mengambil saham Pertagas. Mekanismenya harus melalui persetujuan DPR dan tidak ada dana tunai dari PGN ke Pertamina.
MARIA YUNIAR I ANANDA PUTRI
Terpopuler :
Lion Air: Penundaan karena Masalah Operasional
Telat 18 Jam, Lion Air Terancam Didenda
Dolar Berlimpah, Rupiah Menguat
PU: Jalan Tol Sumatera Tak Mungkin Dibangun Tahun Ini