TEMPO.CO, Makassar - Komisi Pengawas Persaingan Usaha mengkaji mengapa Majelis Ulama Indonesia yang merupakan lembaga keagamaan dan bukan lembaga negara mendapatkan hak tunggal untuk menerbitkan sertifikat halal.
"Kami menduga MUI melakukan monopoli," kata Kepala Kantor Perwakilan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Makassar Abdul Hakim Pasaribu seusai acara serah-terima jabatan di Menara Bosowa, Senin, 3 Maret 2014.
Menurut Hakim, membuat sertifikat halal sebenarnya adalah tugas negara. Namun, jika negara tidak sanggup menanganinya, boleh diserahkan ke lembaga lain melalui undang-undang. Tidak boleh hanya dengan surat keputusan menteri. "Sementara informasi yang kami peroleh, tidak ada penunjukan melalui undang-undang kepada MUI," katanya.
Menurut Hakim, tugas MUI dalam menerbitkan sertifikat halal menjadi perhatian KPPU setelah diberitakan memungut bayaran kepada masyarakat. Sebab, jika ada pungutan yang tidak dilaporkan ke negara, dampaknya bisa terjadi korupsi. Selain itu, kewenangan tunggal MUI ini diduga bisa mempengaruhi iklim persaingan usaha di Indonesia. "Bisa jadi MUI menguntungkan satu perusahaan dan merugikan perusahaan lain," katanya.
Hakim mengatakan, jika MUI ditunjuk oleh negara sesuai undang-undang untuk menerbitkan sertifikat halal, bentuknya harus sama dengan Bea-Cukai dan PT PLN--kedua lembaga ini ada yang mengaudit. Serta wajib memberikan penerimaannya kepada negara sebagai penerimaan negara bukan pajak.
"Tapi, jika statusnya adalah lembaga swasta, lembaga lain juga harus diberikan kesempatan untuk bisa memberikan jasa serupa. Sebab, bisa jadi setelah ada persaingan, biaya sertifikasinya lebih murah," kata Hakim.
Hakim menambahkan, pemahaman masyarakat terkait dengan persaingan usaha memang masih minim. Untuk itu perlu dilakukan edukasi secara masif agar masyarakat bisa aktif mengawasi dan melaporkan jika ada kegiatan usaha yang melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha. KPPU juga menggandeng lembaga pemerintahan agar tidak mengeluarkan kebijakan yang bisa menghambat kegiatan usaha atau membuat sebuah perusahaan memonopoli kegiatan usaha di daerah.
"Untuk lembaga pemerintahan, masalah yang dilaporkan masih terkait proses tender," katanya.
Selama tahun 2013, KPPU Makassar telah menindaklanjuti 33 laporan terkait dengan persaingan usaha. Dua laporan masuk ke tahap penyelidikan dan satu laporan sudah masuk ke penanganan perkara.
"Ke depan kami masih fokus pada isu infrastruktur, kesehatan, pangan, dan perbankan," kata Hakim yang akan menjabat Kepala Kantor Perwakilan KPPU Medan tersebut.
Jamaluddin, Ketua Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Selatan, mengatakan MUI tidak melakukan monopoli sertifikasi halal karena sifatnya sukarela. Jadi tidak ada paksaan dari MUI kepada masyarakat.
"Kami hanya mengajak perusahaan memberikan label halal sebagai bentuk perlindungan konsumen," kata Jamaluddin.
Menurut Jamaluddin, LPPOM MUI tidak pernah menolak pengajuan sertifikasi halal kepada perusahaan yang tidak sanggup membayar. Sebab, untuk kelas UMKM biasanya memang tidak sanggup membayar.
"Tapi, bagi perusahaan besar, setelah kami jelaskan mekanisme pemberian sertifikat halal, mereka akhirnya mengerti. Sebagai pelayan umat, kami tidak pernah berniat mengambil keuntungan," katanya.
Jamaluddin mengatakan di Sulawesi Selatan sudah diterbitkan sekitar 700 sertifikat halal. Jika ada usulan bahwa lembaga lain juga bisa mengeluarkan sertifikat halal, MUI tidak keberatan.
"Karena kami hanya menjalankan keputusan pusat," katanya. Dia mengatakan kewenangan yang diperoleh MUI berdasarkan kerja sama di antara tiga lembaga. Yakni MUI, Departemen Agama, dan Departemen Dalam Negeri.
MUHAMMAD YUNUS
Terpopuler
Mega Putuskan Jokowi Capres Sejak Dua Pekan Lalu?
Kekurangan Wali Kota Risma Versi Survei Unibraw
Pengamat: Bambang DH Tak Layak Jadi Wagub DKI
Bahaya Masyarakat Kelas Menengah Versi Dahlan