TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi menyatakan kontrak penjualan gas ke Singapura akan segera berakhir. Kepala SKK Migas Johanes Widjonarko mengatakan pembeli gas dari Singapura memutuskan tak memperpanjang kontrak tersebut. "Karena di sana sudah ada unit penyimpanan dan regasifikasi terapung (FSRU),” kata Widjonarko, Rabu, 29 Januari 2014.
Saat ini ekspor gas ke Singapura disalurkan melalui pipa milik PT Trans Gas Indonesia kepada Sembawang Corporation dan Gas Singapore Pvt Ltd (GSPL). Gas tersebut berasal dari Blok Koridor, Sumatera Selatan, sebesar 300 juta kaki kubik per hari (MMSFCD) dan dari Blok Natuna Sea sebesar 100 MMSCFD. (Baca juga: PGN Teken Kontrak 430 Ribu Kaki Kubik Gas Industri)
Widjonarko mengatakan berakhirnya kontrak ekspor gas bumi ini sejalan dengan amanat Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional. Peraturan Pemerintah Pasal 10 ayat (1) menyebutkan ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional dipenuhi antara lain dengan mengurangi ekspor energi fosil secara bertahap, terutama gas dan batu bara, dan menetapkan batas waktu untuk mulai menghentikan ekspor.
Apalagi saat ini kontrak ekspor gas juga sudah tidak terlalu banyak. Beberapa yang masih berjalan yakni kontrak gas ke Fujian, Jepang, dan Korea Selatan. "Hanya tinggal sedikit dan habis tahun ini," ujarnya. (Baca juga: ICP Desember 2013 Mencapai US$ 107,2 per Barel)
Hanya, kata dia, penghentian ekspor energi fosil secara bertahap tersebut harus diikuti juga dengan kesiapan infrastruktur dalam negeri. "Karena gas ini spesifik sekali dan pasti tidak bisa tanpa infrastruktur yang memadai," katanya.
Sejumlah perbaikan infrastruktur saat ini memang sedang berjalan. Widjonarko menyebutkan di antaranya proyek pipa Gresik-Semarang-Cirebon-Jakarta dan Arun-Belawan, terminal di Lampung, Jawa Tengah, Arun, Banten, dan Cilacap.
Deputi Komersial SKK Migas Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan penghentian ekspor gas bisa dilakukan dengan model kontrak jangka pendek dan interruptable alias sewaktu-waktu bisa dialihkan. "Begitu domestik membutuhkan gas, ekspornya akan ditarik. Nanti akan diusahakan begitu," ujarnya. (Baca juga: Produksi Gas Mencapai Puncak pada 2018)
Pada Selasa lalu, Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat telah menyetujui PP Kebijakan Energi Nasional periode 2013-2050. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral merangkap Ketua Harian Dewan Energi Nasional, Jero Wacik, mengatakan prinsip dasar dari kebijakan ini adalah mengurangi ketergantungan pada penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dan meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT).
Dalam peraturan tersebut juga diatur mengenai rencana pengurangan ekspor energi fosil secara bertahap. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan nilai tambah dan dampak berganda berupa penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan industri hulu dan hilir, pemberdayaan masyarakat sekitar, serta peningkatan pajak dan bukan pajak.
AYU PRIMA SANDI
Terpopuler :
Merpati Janji Berikan Penggantian Tiket Batal
Temui Menkeu, Bos Freeport Tolak Berkomentar
2016, Bank Harus Siap Migrasi Kartu ATM Chip
Freeport Lobi Pemerintah Kendurkan Aturan Ekspor