TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) masih mengalami kerugian sebesar US$ 0,51 miliar atau sekitar Rp 5,3 triliun di lini bisnis elpiji 12 kilogram. Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan, kerugiaan ini merupakan konsekuensi dari penjualan harga elpiji di bawah harga keekonomian (break even point) yang seharusnya Rp 10.800 per kilogramnya, mengacu pada patokan harga Cp Aramco.
“Itu kerugian kami kalau menggunakan hitungan kurs APBN yang Rp 10.500 per US$. Kalau menggunakan kurs Rp 12.500, ruginya di akhir tahun diproyeksi sekitar Rp 6,4 triliun,” katanya di Jakarta, 6 Januari 2013.
Menteri BUMN Dahlan Iskan sebagai kuasa pemegang saham Pertamina baru saja merevisi kenaikan harga elpiji. Revisi ini belum ada satu pekan sejak harga dinaikan pada awal 2014. Kenaikan yang semula Rp 3.959 dipangkas menjadi Rp 1.000 per kilogram. Dengan kenaikan hanya Rp 1.000 per kilogram ini, harga elpiji ditingkat agen akan berkisar antara Rp 89.000-120.100, tergantung lokasinya, dan efektif mulai berlaku besok.