TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan memindahkan sebagian penerbangan komersial ke Bandara Halim Perdanakusumah. Namun, sesungguhnya tak mudah menjadikan Halim sebagai bandara komersial.
Kepala Cabang Angkasa Pura II Bandara Halim Perdanakusuma, Iwan Khrishadianto, mengatakan ada tujuh sekolah penerbangan di Halim. Akibatnya dua landasan parkir pesawat tak bisa digunakan oleh pesawat lain karena selama ini digunakan oleh sekolah penerbangan tersebut. Ia mengusulkan agar sekolah penerbangan itu dipindahkan dari Halim Perdanakusumah. Namun, dia belum mengetahui waktu pelaksanaannya.
Sekolah penerbangan tersebut menambah sempit Halim. Saat ini, apron bandara hanya mampu menampung 13 pesawat jenis Boeing 737-900 ER dalam satu jam.
Selain sekolah penerbangan, hambatan lainnya adalah adanya antene milik Badan Intelijen Negara yang menyulitkan operasional pesawat. “Ada antena Badan Intelijen Negara, tapi sudah dipotong," kata Direktur Keselamatan dan Standar, Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI), Wisnu Darjono.
Menurut Sekretaris Perusahaan Angkasa Pura II, antene tersebut sebenarnya tak perlu dipangkas. “Sebetulnya tinggal mengeluarkan notice to airmen (notam) agar para pilot tahu ada obstacle," kata dia.
Di sebelah barat Halim juga berdiri saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET). Namun, Daryanto menegaskan, SUTET tesebut tidak menjadi kendala dan sudah dihitung sesuai ketentuan kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP).
Panglima TNI Jenderal Moeldoko, berpendapat jika terlalu banyak pesawat yang berlalu-lalang di Halim Perdanakusuma berpotensi mengganggu urusan TNI. "Saya sudah diskusikan itu, pasti ada pembatasan," kata Moeldoko.
Kekhawatiran Moeldoko disebabkan selama ini mayoritas pengguna Bandara Halim Perdanakusuma adalah TNI Angkatan Udara. Mulai dari lalu-lalang pesawat angkut logistik, pesawat tempur, hingga latihan pilot-pilot TNI AU.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan, Bambang S. Ervan, mengakui penerbangan komerasial akan memakan 40-50 persen kapasitas yang ada. "Di Halim itu landasannya cuma satu, tidak seperti di Soekarno-Hatta yang punya dua landasan," ujarnya.
Ia pun menyebut saat ini pemerintah sedang menyusun prosedur standar operasi bila jadwal maskapai harus tertunda atau expected delay. Standar ketentuan itu diperlukan karena Bandara Halim Perdanakusuma kerap digunakan untuk penerbangan very very important person (VVIP).
Ia menjelaskan, sebenarnya Bandara Halim Perdanakusuma sudah digunakan untuk penerbangan sipil. Namun, pengoperasiannya selama ini terbatas pada pesawat dengan kapasitas 30 penumpang. "Halim sudah mulai untuk sipil internasional waktu Bandara Kemayoran beroperasi bagi penerbangan domestik, sebelum dipindah ke Soekarno-Hatta," ucapnya.
Bambang menuturkan, Bandara Halim Perdanakusuma bisa menampung 21 pergerakan pesawat dalam satu jam. Sebanyak 80 persen penerbangan dialokasikan untuk penerbangan niaga berjadwal. Selain itu, penerbangan tidak berjadwal memiliki porsi 20 persen dari slot yang ada.
MARIA YUNIAR | PINGIT ARIA | AFRILIA SURYANIS | INDRA WIJAYA